1. Hubungan Hukum Perdata dengan Hukum
Dagang
Hukum dagang adalah aturan-aturan hukum yang mengatur hubungan
orang yang satu dan lainnya dalam bidang perniagaan. Hukum dagang adalah hukum
perdata khusus, KUH Perdata merupakan lex generalis (hukum umum), sedangkan
KUHD merupakan lex specialis (hukum khusus). Dalam hubungannya dengan hal
tersebut berlaku adagium lex specialis derogate lex generalis (hukum
khusus mengesampingkan hukum umum). Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab
undang-undang hukum dagang (KUHD) dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan
erat dengan KUHPerdata, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian
khusus dari KUHPerdata.
KUHD lahir
bersama KUH Perdata yaitu tahun 1847 di Negara Belanda, berdasarkan asas
konkordansi juga diberlakukan di Hindia Belanda. Setelah Indonesia merdeka
berdasarkan ketentuan pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 kedua kitab tersebut
berlaku di Indonesia. KUHD terdiri atas 2 buku, buku I berjudul perdagangan
pada umumnya, buku II berjudul Hak dan Kewajiban yang timbul karena perhubungan
kapal.
Hukum Dagang di Indonesia bersumber
pada :
1. hukum tertulis yang dikodifikasi
yaitu :
a. KUHD
b. KUH
Perdata
2. hukum
tertulis yang tidak dikodifikasi, yaitu:
Peraturan
perundangan khusus yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan
perdagangan, misal UU Hak Cipta.
Materi-materi hukum dagang dalam beberapa bagian telah diatur dalam KUH
Perdata yaitu tentang Perikatan, seperti jual-beli,sewa-menyewa,
pinjam-meminjam. Secara khusus materi hukum dagang yang belum atau tidak diatur
dalam KUHD dan KUH Perdata, ternyata dapat ditemukan dalam berbagai peraturan
khusus yang belum dikodifikasi seperti tentang koperasi, perusahaan negara, hak
cipta dll.
Hubungan antara KUHD dengan KUH perdata adalah sangat erat, hal ini dapat
dimengerti karena memang semula kedua hukum tersebut terdapat dalam satu kodefikasi.
Pemisahan keduanya hanyalah karena perkembangan hukum dagang itu sendiri dalam
mengatur pergaulan internasional dalam hal perniagaan.
Hukum Dagang
merupakan bagian dari Hukum Perdata, atau dengan kata lain Hukum Dagang
meruapkan perluasan dari Hukum Perdata.
Untuk itu berlangsung asas Lex Specialis dan Lex Generalis, yang artinya
ketentuan atau hukum khusus dapat mengesampingkan ketentuan atau hukum umum.
KUH Perdata
(KUHS) dapat juga dipergunakan dalam hal yang daitur dalam KUHDagang sepanjang
KUHD tidak mengaturnya secara khusus.
2. Berlakunya Hukum Dagang
KUHD Indonesia diumumkan dengan
publikasi tanggal 30 April 1847 (S. 1847-23), yang mulai berlaku pada tanggal 1
Mei 1848. KUHD Indonesia itu hanya turunan belaka dari “Wetboek van Koophandel”
dari Belanda yang dibuat atas dasar asas konkordansi (pasal 131 I.S.). Wetboek
van Koophandel Belanda itu berlaku mulai tanggal 1 Oktober 1838 dan 1 Januari
di Limburg. Selanjutnya Wetboek van Koophandel Belanda itu juga mangambil dari
“Code du Commerce” Perancis tahun 1808, tetapi anehnya tidak semua lembaga
hukum yang diatur dalam Code du Commerce Perancis itu diambil alih oleh Wetboek
van Koophandel Belanda. Ada beberapa hal yang tidak diambil, misalnya mengenai
peradilan khusus tentang perselisihan-perselisihan dalam lapangan perniagaan
(speciale handelsrechtbanken) (H.M.N.Purwosutjipto,1987).
Pada tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 indonesia hanya memiliki 2 Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab I (C.S.T. Kansil, 1985 : 14). Karena asas konkordansi juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai berlaku di Nederland pada 31 Desember 1830. KUHS Belanda ini berasal dari KUHD Perancis (Code Civil) dan Code Civil ini bersumber pula pada kodifikasi Hukum Romawi “Corpus Iuris Civilis” dari Kaisar Justinianus (527-565) (C.S.T. Kansil, 1985 : 10)..
Pada tahun 1906 Kitab III KUHD Indonesia diganti dengan Peraturan Kepailitan yang berdiri sendiri di luar KUHD. Sehingga sejak tahun 1906 indonesia hanya memiliki 2 Kitab KUHD saja, yaitu Kitab I dan Kitab I (C.S.T. Kansil, 1985 : 14). Karena asas konkordansi juga maka pada 1 Mei 1948 di Indonesia diadakan KUHS. Adapun KUHS Indonesia ini berasal dari KUHS Nederland yang dikodifikasikan pada 5 Juli 1830 dan mulai berlaku di Nederland pada 31 Desember 1830. KUHS Belanda ini berasal dari KUHD Perancis (Code Civil) dan Code Civil ini bersumber pula pada kodifikasi Hukum Romawi “Corpus Iuris Civilis” dari Kaisar Justinianus (527-565) (C.S.T. Kansil, 1985 : 10)..
3. Hubungan Pengusaha dengan
Pembantu-Pembantunya
Pengusaha adalah seseorang yang melakukan atau menyuruh
melakukan perusahaannya. Dalam menjalankan perusahannya pengusaha dapat:
a. Melakukan
sendiri, Bentuk perusahaannya sangat sederhana dan semua pekerjaan dilakukan
sendiri, merupakan perusahaan perseorangan.
b. Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
c. Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar.
b. Dibantu oleh orang lain, Pengusaha turut serta dalam melakukan perusahaan, jadi dia mempunyai dua kedudukan yaitu sebagai pengusaha dan pemimpin perusahaan dan merupakan perusahaan besar.
c. Menyuruh orang lain melakukan usaha sedangkan dia tidak ikut serta dalam melakukan perusahaan, Hanya memiliki satu kedudukan sebagai seorang pengusaha dan merupakan perusahaan besar.
Sebuah
perusahaan dapat dikerjakan oleh seseorang pengusaha atau beberapa orang
pengusaha dalam bentuk kerjasama. Dalam menjalankan perusahaannya seorang
pengusaha dapat bekerja sendirian atau dapat dibantu oleh orang-orang lain
disebut “pembantu-pembantu perusahaan”. Orang-orang perantara ini dapat dibagi
dalam dua golongan. Golongan pertama terdiri dari orang-orang yang sebenarnya
hanya buruh atau pekerja saja dalam pengertian BW dan lazimnya juga dinamakan
handels-bedienden. Dalam golongan ini termasuk, misal pelayan, pemegang buku,
kassier, procuratie houder dan sebagainya. Golongan kedua terdiri dari
orang-orang yang tidak dapat dikatakan bekerja pada seorang majikan, tetapi
dapat dipandang sebagai seorang lasthebber dalam pengertian BW. Dalam golongan
ini termasuk makelar, komissioner.
Namun, di
dalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang
pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika
perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu diperlukan bantuan
orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Pembantu-pembantu dalam perusahaan
dapat dibagi menjadi 2 fungsi :
1. Membantu dalam perusahaan
1. Membantu dalam perusahaan
2. Membantu diluar perusahaan
1. Adapun pembantu-pembantu dalam
perusahaan antara lain:
a) Pelayan toko
b) Pekerja keliling
c) Pengurus filial.
d) Pemegang prokurasi
e) Pimpinan perusahaan
Hubungan
hukum antara pimpinan perusahaan dengan pengusaha bersifat :
(1) Hubungan perburuhan, yaitu hubungan yang
subordinasi antara majikan dan buruh, yang memerintah dan yang diperintah.
Manager mengikatkan dirinya untuk menjalankan perusahaan dengan sebaik-baiknya,
sedangkan pengusaha mengikatkan diri untuk membayar upahnya (pasal 1601 a
KUHPER).
(2) Hubungan pemberian kekuasaan, yaitu
hubungan hukum yang diatur dalam pasal 1792 dsl KUHPER yang menetapkan sebagai
berikut ”pemberian kuasa adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang
memberikan kekuasaan kepada orang lain, yang menerimanya untuk atas nama
pemberi kuasa menyelenggarakan suatu urusan”. Pengusaha merupakan pemberi
kuasa, sedangkan si manager merupakan pemegang kuasa. Pemegang kuasa
mengikatkan diri untuk melaksakan perintah si pemberi kuasa, sedangkan si
pemberi kuasa mengikatkan diri untuk memberi upah sesuai dengan perjanjian yang
bersangkutan.
Dua sifat
hukum tersebut di atas tidak hanya berlaku bagi pimpinan perusahaan dan
pengusaha, tetapi juga berlaku bagi semua pembantu pengusaha dalam perusahaan,
yakni: pemegang prokurasi, pengurus filial, pekerja keliling dan pelayan toko.
Karena hubungan hukum tersebut bersifat campuran, maka berlaku pasal 160 c
KUHPER, yang menentukan bahwa segala peraturan mengenai pemberian kuasa dan
mengenai perburuhan berlaku padanya. Kalau ada perselisihan antara kedua peraturan
itu, maka berlaku peraturan mengenai perjanjian perburuhan (pasal 1601 c ayat
(1) KUHPER.
2. Adapun pembantu-pembantu luar
perusahaan antara lain:
a) Agen perusahaan
Hubungan pen gusaha dengan agen perusahaan adalah sama
tinggi dan sama rendah, seperti pengusaha dengan pengusaha. Hubungan agen
perusahaan bersifat tetap. Agen perusahaan juga mewakili pengusaha, maka ada
hubungan pemberi kuasa. Perjanjian pemberian kuasa diatur dalam Bab XVI, Buku
II, KUHPER, mulai dengan pasal 1792, sampai dengan 1819. Perjanjian bentuk ini
selalu mengandung unsur perwakilan (volmacht) bagi pemegang kuasa (pasal 1799
KUHPER). Dalam hal ini agen perusahaan sebagai pemegang kuasa, mengadakan
perjanjian dengan pihak ketiga atas nama pengusaha.
b) Perusahaan perbankan
c) Pengacara
d) Notaris
e) Makelar
d) Notaris
e) Makelar
f) Komisioner
4. Pengusaha & Kewajibannya
a. Memberikan
ijin kepada buruh untuk beristirahat, menjalankan kewajiban menurut agamanya
b. Tidak
mempekerjakan buruh lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, kecuali ada
ijin penyimpangan
c. Tidak
boleh mengadakan diskriminasi upah laki-laki dan perempuan
d. Bagi
perusahaan yang mempekerjakan 25 orang buruh atau lebih wajib membuat peraturan
perusahaan
e. Wajib
membayar upah pekerja pada saat istirahat/libur pada hari libur resmi
f. Wajib
mengikut sertakan dalam program Jamsostek
g. Pengusaha
wajib membayar pajak
5. Bentuk-Bentuk Badan Usaha
Badan
usaha adalah kesatuan yuridis (hukum), teknis, dan ekonomis yang bertujuan
mencari laba atau keuntungan. Badan Usaha seringkali disamakan dengan perusahaan,
walaupun pada kenyataannya berbeda. Perbedaan utamanya, Badan Usaha adalah
lembaga sementara perusahaan adalah tempat dimana Badan Usaha itu mengelola
faktor-faktor produksi.
a. Perusahaan
Perseorangan
b. Koperasi
c. BUMN
d. BUMS
e. Yayasan
6. Perusahaan Persekutuan Berbadan
Hukum
perusahaan
berbadan hukum adalah sebuah subjek hukum yang mempunyai kepentingan sendiri
terpisah dari kepentingan pribadi anggotanya, mempunyai harta sendiri yang
terpisah dari harta anggotanya, punya tujuan yang terpisah dari tujuan pribadi
para anggotanya dan tanggung jawab pemegang saham terbatas kepada nilai saham
yang diambilnya.
Kekayaan
yang dicatat dalam pembukuan itu hanya kekayaan perusahaan ( perseroan
terbatas) saja tidak termasuk kekayaan pribadi para pemegang saham, pengurus
dan komisaris, karena PT adalah badan hukum yang merupakan subjek hukum
tersendiri di luar pemegang sahamnya, yang memuliki hak dan kewajiban sendiri.
7. Penyatuan Perusahaan
a. Penggabungan (merger)
Penggabungan adalah penggabungan dua
atau lebih perusahaan ke dalam satu perusahaan. Penggabungan perusahaan dapat
dilakukan secara horizontal (kombinasi satu perusahaan dengan perusahaan lain
yang kegiatannya masih dalam lini bisnis yang sama), dan secara vertikal
(kombinasi satu perusahaan dengan perusahaan lain yang kegiatannya menunjukkan
adanya hubungan sebagai produsen-suplier).
a. Peleburan (konsolidasi)
Merupakan peleburan dua atau lebih
perusahaan menjadi satu perusahaan yang baru sama sekali, sementara tiap-tiap
perusahaan yang meleburkan diri berakhir kedudukannya sebagai badan hukum.
Peleburan hanya dapat dilakukan apabila disetujui o;eh RUPS tiap-tiap
perseroan.
b. Pengambilalihan (akuisisi)
Merupakan pembelian seluruh atau
sebagian saham dalam satu atau lebih oleh perusahaan-perusahaan yang lainnya.
Namun, perusahaan yang diambil alih sahamnya tetap hidup sebagai badan hukum
atau perusahaan hanya saja berada di bawah control perusahaan yang mengambil
alih saham-sahamnya.
8. Pembubaran & Likuidasi Perseroan
Terbatas
Pembubaran dan likuidasi perseroan
terbatas berpedoman pada Pasal 114 UUPT, dapat terjadi karena:
a. Keputusan RUPS.
b. Jangka waktu berdirinya yang
diterapkan dalam anggaran dasar telah berakhir.
c. Penetapan pengadilan, apabila
terjadi sebagai berikut;
1. Permohonan kejaksaan berdasarkan
alasan yang kuat bahwa perseroan telah melanggar kepentingan umum.
2. Permohonan satu orang atau lebih
pemegang saham atau yang mewakilinya, paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah
seluruh saham dan mempunyai hak suara yang sah.
3. Permohonan kreditor berdasarkan
alasan (a) perseroan tidak mampu membayar utangnya setelah dinyatakan pailit,
atau (b) harta kekayaan perseroan tidak cukup untuk melunasi seluruh utangnya
setelah pernyataan pailit dicabut; atau diperlukannya permohonan kreditor
tersebut karena kepailitan tidak sendirinya mengakibatnkan perseroan bubar.
Dengan demikian, jika perseroan
telah bubar maka perseroan tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali untuk
membereskan kekayaan dalam proses likuidasi. Sementara itu, dalam proses
pemberesan (likuidasi) yang dilakukan oleh likudator maka mengenai nama-nama
anggota ditentukan oleh RUPS jika perseroan tersebut dibubarkan berdasarkan keputusan
RUPS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar