BAB IV : Produk domestik bruto pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
Definisi Produk Domestik Bruto atau Gross
Domestic Product (GDP)
Gross Domestic Product (GDP) adalah penghitungan
yang digunakan oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi aktivitas
perekonomian nasionalnya, tetapi pada dasarnya GDP mengukur seluruh volume
produksi dari suatu wilayah (negara) secara geografis.
Sedangkan menurut McEachern (2000:146), GDP
artinya mengukur nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh
sumber daya yang berada dalam suatu negara selama jangka waktu tertentu, biasanya
satu tahun. GDP juga dapat digunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu
ke waktu atau untuk membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat.
Gross domestic product hanya mencakup barang dan
jasa akhir, yaitu barang dan jasa yang dijual kepada pengguna yang terakhir.
Untuk barang dan jasa yang dibeli untuk diproses lagi dan dijual lagi (Barang
dan jasa intermediate) tidak dimasukkan dalam GDP untuk menghindari masalah
double counting atau penghitungan ganda, yaitu menghitung suatu produk lebih
dari satu kali.
Contohnya, grosir membeli sekaleng tuna seharga
Rp 6.000,- dan menjualnya seharga Rp 9.000,-. Jika GDP menghitung kedua
transaksi tersebut , Rp 6.000,- dan Rp 9.000,-, maka sekaleng tuna itu dihitung
senilai Rp 15.000,- (lebih besar daripada nilai akhirnya). Jadi, GDP hanya
menghitung nilai akhir dari suatu produk yaitu sebesar Rp 9.000,-. Untuk barang
yang diperjual-belikan berulang kali (second-hand) tidak dihitung dalam GDP
karena barang tersebut telah dihitung pada saat diproduksi. (2000:146-147).
Tipe-tipe GDP
Ada dua tipe GDP, yaitu :
1) GDP dengan harga berlaku atau GDP nominal,
yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun
dinilai menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut.
2) GDP dengan harga tetap atau GDP riil, yaitu
nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai
menurut harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang seterusnya digunakan
untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun lain Angka-angka
GDP merupakan hasil perkalian jumlah produksi (Q) dan
harga (P), kalau harga-harga naik dari tahun ke
tahun karena inflasi, maka besarnya GDP akan naik pula, tetapi belum tentu
kenaikan tersebut menunjukkan jumlah produksi (GDP riil). Mungkin kenaikan GDP
hanya disebabkan oleh kenaikan harga saja, sedangkan volume produksi tetap atau
merosot.
Perhitungan
GDP
Menurut McEachern (2000:147) ada dua
macam pendekatan yang digunakan dalam perhitungan GDP, yaitu:
1. Pendekatan pengeluaran, menjumlahkan seluruh pengeluaran agregat pada
seluruh barang dan jasa akhir yang diproduksi selama satu tahun.
2. Pendekatan pendapatan, menjumlahkan seluruh pendapatan agregat yang
diterima selama satu tahun oleh mereka yang memproduksi output tersebut.
GDP berdasarkan Pendekatan Pengeluaran.
Menurut McEachern (2000:149) untuk memahami pendekatan pengeluaran pada
GDP, kita membagi pengeluaran agregat menjadi empat komponen, konsumsi,
investasi, pembelian pemerintah, dan ekspor netto. Kita akan membahasnya satu
per satu.
1. Konsumsi, atau secara lebih spesifik pengeluaran konsumsi perorangan,
adalah pembelian barang dan jasa akhir oleh rumah tangga selama satu tahun.
Contohnya : dry cleaning, potong rambut, perjalanan udara, dsb.
2. Investasi, atau secara lebih spesifik investasi domestik swasta
bruto, adalah belanja pada barang kapital baru dan tambahan untuk persediaan.
Contohnya : bangunan dan mesin baru yang dibeli perusahaan untuk
menghasilkan barang dan jasa.
3. Pembelian pemerintah, atau secara lebih spesifik konsumsi dan
investasi bruto pemerintah, mencakup semua belanja semua tingkat pemerintahan
pada barang dan jasa, dari pembersihan jalan sampai pembersihan ruang
pengadilan, dari buku perpustakaan sampai upah petugas perpustakaan. Di dalam
pembelian pemerintah ini tidak mencakup keamanan sosial, bantuan kesejahteraan,
dan asuransi pengangguran. Karena pembayaran tersebut mencerminkan bantuan
pemerintah kepada penerimanya dan tidak mencerminkan pembelian pemerintah.
4. Ekspor netto, sama dengan nilai ekspor barang dan jasa suatu negara
dikurangi dengan impor barang dan jasa negara tersebut. Ekspor netto tidak
hanya meliputi nilai perdagangan barang tetapi juga jasa.
Dalam pendekatan pengeluaran, pengeluaran agregat negara sama dengan
penjumlahan konsumsi, C, investasi, I, pembelian pemerintah, G, dan ekspor
netto, yaitu nilai ekspor, X, dikurangi dengan nilai impor, M, atau (X-M).
Penjumlahan komponen tersebut menghasilkan pengeluaran agregat, atau
GDP:
C + I + G + (X-M) = Pengeluaran agregat = GDP
GDP berdasarkan Pendekatan Pendapatan.
Menurut McEachern (2000:151) pendapatan agregat sama dengan penjumlahan
semua pendaptan yang diterima pemilik sumber daya dalam perekonomian (karena
sumber dayanya digunakan dalam proses produksi). Sistem pembukuan double-entry
dapat memastikan bahwa nilai output agregat sama dengan pendapatan agregat yang
dibayarkan untuk sumber daya yang digunakan dalam produksi output tersebut:
yaitu upah, bunga, sewa, dan laba dari produksi.
Jadi kita dapat mengatakan bahwa:
Pengeluaran agregat = GDP = Pendapatan agregat
Suatu produk jadi biasanya diproses oleh beberapa perusahaan dalam
perjalanannya menuju konsumen. Meja kayu, misalnya, mulanya sebagai kayu
mentah, kemudian dipotong oleh perusahaan pertama, dipotong sesuai kebutuhan
mebel oleh perusahaan kedua, dibuat meja oleh perusahaan ketiga, dan dijual
oleh perusahaan keempat. Double counting dihindari dengan cara hanya
memperhitungkan nilai pasar dari meja pada saat dijual kepada pengguna akhir
atau dengan cara menghitung nilai tambah pada setiap tahap produksi. Nilai
tambah dari setiap perusahaan sama dengan harga jual barang perusahaan tersebut
dikurangi dengan jumlah yang dibayarkan atas input perusahaan lain.
Nilai tambah dari tiap tahap mencerminkan pendapatan atas pemilik sumber
daya pada tahap yang bersangkutan. Penjumlahan nilai tambah pada semua tahap
produksi sama dengan nilai pasar barang akhir, dan penjumlahan nilai tambah
seluruh barang dan jasa akhir adalah sama dengan GDP berdasarkan pendekatan
pendapatan.
Analisa Mekanisme (kinerja) Ekonomi Nasional berdasar PDB melalui
3 pendekatan,yaitu :
1. Pendekatan Produksi
2. Pendekatan Pengeluaran/Pembelanjaan
3. Pendekatan Pendapatan
1.Pendekatan Produksi
Pendekatan produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai tambah (value
added) dari semua sektor produksi. Lalu, besarnya nilai produksi diperoleh dari
mana ?
Besarnya nilai produksi (angka-angka PDB) diperoleh dari :
nilai tambah (value added) dari berbagai jenis barang & jasa ! yaitu sesuai
dengan ISIC (International Standard Industrial Classification)
sektor industri dapat diklasifikasikan menjadi 11 sektor industri, yg biasanya
terbagi mjd 3 kelompok besar :
1.Sektor Primer
2.Sektor Sekunder
3.Sektor Tersier
Besarnya ‘value added’ tiap sektor, yi : VAs = OPs - IPs
Sedangkan nilai PDB-nya diperoleh dengan : PDB = VAsp + VAss + VAst
2.Pendekatan Pengeluaran/Pembelanjaan
Perhitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan permintaan akhir dari
unit/komponen2 ekonomi, yaitu:
Konsumsi Rumah Tangga (RT)=C
Perusahaan, berupa investasi/pembentukan modal bruto =I
Pengeluaran Pemerintah (konsumsi/belanja pemerintah) =G
Expor – Impor =( X – M )
Dalam Keseimbangan Perekonomian Nasional, sering di formulasikan dalam
persamaan sbb:
PDB = C + I + G + ( X – M)
3.Pendekatan Pendapatan
diperoleh dengan cara menghitung jumlah balas jasa bruto (blm dipotong pajak) /
hasil dari faktor produksi yang digunakan
PDB = sewa + upah + bunga + laba
Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah,
upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.
Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus
menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan
pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan
pendekatan pengeluaran.
4. Teori-Teori dan Model-Model pertumbuhan
a. Teori Klasik
Beberapa teori klasik antara lain sebagai berikut.
1) Teori Pertumbuhan Adam Smith
Di dalam teori ini, ada tiga faktor penentu proses produksi/pertumbuhan, yakni
SDA, SDM (sumber daya Manusia), dan barang modal
2) Teori Pertumbuhan David Ricardo
Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh SDA (dalam arti tanah)
yang terbatas jumlahnya, dan jumlah penduduk yang menghasilkan jumlahnya, dan
jumlah penduduk yang menghasilkan jumlah tenaga kerja yang menyesuaikan
diri dengan tingkat upah, di atas atau di bawah tingkat upah alamiah (atau
minimal). David ricardo juga melihat adanya perubahan teknologi yang selalu terjadi.
3) Teori Pertumbuhan dari Thomas Robert Malthus
Menurutnya, ukuran keberhasilan pembangunan suatu perekonomian adalah
kesejahteraan negara, yakni jika PNB poteensialnya meningkat. Sektor yang
dominan adalah pertanian dan perindustrian.
4) Teori Marx
Marx membuat lima tahapan perkembangan sebuah perekonomian, yakni: (a)
perekonomian komunal primitif; (b) perekonomian perbudakan; (c) perekonomian
feodal; (d) perekonomial kapitalis; dan (e) pereokonomial sosialis. Tititk
kritis dari teori Marx ini adalah adalah pada transisi dari perekonomian
kapitalis ke perekonomian sosialis.
Jika dirangkum teori-teori klasik ini, maka ada dua hal penting yang
membedakannya dengan teori-teori lainnya yang muncul setelah itu, yakni:
1) Faktor-faktor produksi utama
adalah tenaga kerja, tanah, dan modal
2) Peran teknologi dan ilmu
pengetahuan serta peningkatan kualitas dari tenaga kerja dan dari input-input
produksi lainnya terhadap pertumbuhan output tidak mendapat perhatian secara ekplisit
atau dianggap konstan (teknologi dianggap suatu koefisien yang tetap, tidak
berubah).
b. Teori Neo-Keynes
Teori neo-Keynes adalah modal dari Harrod dan Domar yang mencoba memperluas
teori Keynes mengenai keseimbangan pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka
panjang dengan melihat pengaruh dari investasi, baik pada AD maupun pada
perluasan kapasitas produksi AS, yang pada akhirnya akan meningkatkan
pertumbuhan ekonomi.
c. Teori Neo-Klasik
Beberapa model neo-klasik adalah antara lain sebagai berikut.
1) Model Pertumbuhan A. Lewis
Model ini dikenal dengan sebutan suplai tenaga kerja yang tidak terbatas adalah
satu di antara model neo-klasik yang meneliti gejala di negara-negara
berkembang (NSB). Model ini menjelaskan bagaimana pertumbuhan ekonomi dimulai
di sebuah NSB yang mempunyai dua sektor dengan sifat yang berbeda, yakni
prtanian tradisional yang subsistem di pedesaan dan industri yang modern di
perkotaan.
2) Model Pertumbuhan Paul A. Baran
Model ini dikenal sebagai teori pertumbuhan dan stagnasi ekonomi. Menurut
Baran, proses kapitalisme di NSB berbeda dengan yang terjadi di NM (negara
maju). Di NM, proses kapitalisme yang memakan waktu cukup panjang mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
(a) Pertumbuhan
ekonomi (atau produksi) meningkat bersamaan dengan perpindahan masyarakat
petani dari pedesaan ke industri di perkotaan.
(b) Peningkatan
produksi barang dan jasa berbarengan dengan terjadinya pembagian dan
spesialisasi kerja.
Sedangkan, di NSB proses
akumulasi modal tidak terjadi. Yang terjadi justru sebaliknya, yaitu modal
asing yang datang ke NSB justru mengambil surplus ekonomi yang terjadi,
sehingga kapital yang ada justru berkurang, dan masyarakat menjadi miskin
karena tidak menikmati surplus tersebut.
3) Teori Ketergantungan Neokolonial
Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa pembangunan ekonomi di NSB sangat
tergantung pada NM, terutama dalam investasi langsung (PMA) di sektor
pertambangan dan impor barang-barang produksi.
4) Model Pertumbuhan WW. Rostow
Menurut rostow, pembangunan ekonomi di manapun juga merupakan proses yang
bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni dari masyarakat terbelakang ke
masyarakat maju.
5) Model Pertumbuhan Solow
Model pertumbuhan solow adalah penyempurnaan model pertumbuhan Harrod-Domar.
Dalam model Solow, proporsi faktor produksi di asumsikan dapat berubah (jumlah
kapital dan tenaga kerja atau rasio dari kedua faktor ini dalam sebuah proses
produksi/produk tidak harus konstan, atau bisa saling mensubstitusikan) dan
tingkat upah tenaga kerja dan suku bunga juga bisa berubah.
d. Teori Modern
Dalam teori modern ini, faktor-faktor produksi yang krusial tidak hanya
banyaknya tenaga kerja dan modal, tetapi juga kualitas SDM dan kemajuan
teknologi, kewirausahaan, bahan baku dan material. Bahkan dalam era globalisasi
dan perdagangan bebas dunia saat ini, kua;itas SDM dan teknologi merupakan dua
faktor dalam satu paket yang menjadi penentu utama keberhasilan suatu
bangsa/negara.