1.
Sejarah prakolonialisme
Sejarah Indonesia sebelum
masuknya kolonialisme asing terutama Eropa, adalah sejarah migrasi yang
memiliki karakter atau sifat utama berupa perang dan penaklukan satu suku
bangsa atau bangsa terhadap suku bangsa atau bangsa lainnya. Pada periode yang
kita kenal sebagai zaman pra sejarah, maka dapat diketemukan bahwa wilayah yang
saat ini kita sebut sebagai Indonesia, telah menjadi tujuan migrasi suku bangsa
yang berasal dari wilayah lain. 2000 atau 3000 sebelum Masehi, suku bangsa Mohn
Kmer dari daratan Tiongkok bermigrasi di Indonesia karena terdesaknya posisi
mereka akibat berkecamuknya perang antar suku.
Kedatangan mereka dalam rangka
mendapatkan wilayah baru, dan hal tersebut berarti mereka harus menaklukan suku
bangsa lain yang telah berdiam lebih dulu di Indonesia. Karena mereka memiliki
tingkat kebudayaan yang lebih tinggi berupa alat kerja dan perkakas produksi
serta perang yang lebih maju, maka upaya penaklukan berjalan dengan lancar.
Selain menguasai wilayah baru, mereka juga menjadikan suku bangsa yang
dikalahkanya sebagai budak. Pada perkembangannya, bangsa-bangsa lain yang lebih
maju peradabannya, datang ke Indonesia, mula-mula sebagai tempat persinggahan
dalam perjalanan dagang mereka, dan kemudian berkembang menjadi upaya yang
lebih terorganisasi untuk penguasaan wilayah, hasil bumi maupun jalur
perdagangan. Seperti misalnya kedatangan suku bangsa Dravida dari daratan India
-yang sedang mengalami puncak kejayaan masa perbudakan di negeri asalnya- ,
berhasil mendirikan kekuasaan di beberapa tempat seperti Sumatra dan
Kalimantan.
Mereka memperkenalkan
pengorganisasian kekuasaan dan politik secara lebih terpusat dalam bentuk
berdirinya kerajaan kerajaan Hindu dan Budha. Berdirinya kerajaan-kerajaan
tersebut juga menandai zaman keemasan dari masa kepemilikan budak di Nusantara
yang puncaknya terjadi pada periode kekuasaan kerajaan Majapahit. Seiring
dengan perkembangan perdagangan, maka juga terjadi emigrasi dari para saudagar
dan pedagang dari daratan Arab yang kemudian mendirikan kerajaan-kerajaan Islam
baru di daerah pesisir pantai untuk melakukan penguasaan atas bandar-bandar perdagangan.
Berdirinya kerajaan Islam telah
mendesak kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha ke daerah pedalaman, dan mulai
memperkenalkan sistem bercocok tanam atau pertanian yang lebih maju dari
sebelumnya berupa pembangunan irigasi dan perbaikan teknik pertanian, menandai
mulai berkembangnya zaman feudalisme. Pendatang dari Cina juga banyak
berdatangan terutama dengan maksud mengembangkan perdagangan seperti misalnya
ekspedisi kapal dagang Cina di bawah pimpinan Laksamana Ceng Hong yang mendarat
di Semarang. Pada masa ini juga sudah berlangsung migrasi orang-orang Jawa ke
semenanjung Malaya yang singgah di Malaysia dan Singapura untuk bekerja sementara
waktu guna mengumpulkan uang agar bisa melanjutkan perjalanan ke Mekah dalam
rangka ziarah agama. Demikian juga orang-orang di pulau Sangir Talaud yang
bermigrasi ke Mindano (Pilipina Selatan) karena letaknya yang sangat dekat
secara geografis.
Dari catatan sejarah yang
sangat ringkas tersebut, maka kita dapat menemukan beberapa ciri dari gerakan
migrasi awal yang berlangsung di masa-masa tersebut. Pertama, wilayah Nusantara
menjadi tujuan migrasi besar-besaran dari berbagai suku bangsa lain di luar wilayah
nusantara. Sekalipun pada saat itu belum dikenal batas-batas negara, tetapi
sudah terdapat migrasi yang bersifat internasional mengingat suku-suku bangsa
pendatang berasal dari daerah yang sangat jauh letaknya. Kedua, motif atau
alasan terjadinya migrasi pertama-tama adalah ekonomi (pencarian wilayah baru
untuk tinggal dan hidup, penguasaan sumber-sumber ekonomi dan jalur
perdagangan) dan realisasi hal tersebut menuntut adanya kekuasaan politik dan
penyebaran kebudayaan pendukung. Ketiga, proses migrasi tersebut ditandai
dengan berlangsungnya perang dan penaklukan, cara-cara yang paling vulgar dalam
sejarah umat manusia. Keempat, migrasi juga telah mendorong perkembangan sistem
yang lebih maju dari masa sebelumnya seperti pengenalan organisasi kekuasaan
yang menjadi cikal bakal negara (state) dan juga sistem pertanian.
2.
Sistem monopoli VOC
Dengan berbagai cara VOC berusaha
menguasai kerajaan-kerajaan di Indonesia serta pelabuhan-pelabuhan penting.
Kecuali itu, juga berusaha memaksakan monopoli perdagangan rempah-rempah.
Bagaimana VOC menjalankan usahanya tersebut? Pertama-tama berusaha menguasai
salah satu pelabuhan penting, yang akan dijadikan pusat VOC. Untuk keperluan
tersebut ia mengincar kota Jayakarta. Ketika itu Jayakarta di bawah kekuasaan Kerajaan Islam Banten.
Sultan Banten mengangkat Pangeran Wijayakrama sebagai adipati di Jayakarta.
Mula-mula VOC mendapat izin dari
Pangeran Wijayakrama untuk mendirikan kantor dagang di Jayakarta. Tetapi ketika
gubernur jenderal dijabat oleh J.P. Coen,
Pangeran Wijayakrama diserangnya. Kota Jayakarta direbut dan dibakar. Kemudian di atas reruntuhan kota Jayakarta, J.P. Coen membangun sebuah kota baru.
Kota baru itu diberinya nama Batavia. Peristiwa tersebut pada tahun 1619. Kota Batavia itulah yang kemudian menjadi pusat VOC.
Pangeran Wijayakrama diserangnya. Kota Jayakarta direbut dan dibakar. Kemudian di atas reruntuhan kota Jayakarta, J.P. Coen membangun sebuah kota baru.
Kota baru itu diberinya nama Batavia. Peristiwa tersebut pada tahun 1619. Kota Batavia itulah yang kemudian menjadi pusat VOC.
Setelah memiliki sebuah kota
sebagai pusatnya, maka kedudukan VOC makin kuat. Usaha untuk menguasai
kerajaan-kerajaan dan pelabuhan-pelabuhan penting ditingkatkan. Cara
melakukannya dengan politik dividi et impera atau
politik mengadu domba. Mengadu dombakan sesama bangsa Indonesia atau antara
satu kerajaan dengan kerajaan lain. Tujuannya agar kerajaan-kerajaan di
Indonesia menjadi lemah, sehingga mudah dikuasainya. VOC juga sering ikut
campur tangan dalam urusan pemerintahan kerajaan-kerajaan di Indonesia.
Untuk menguasai perdagangan rempah-rempah, ia
memaksakan monopoli, terutama di Maluku. Dalam usahanya melaksanakan monopoli,
VOC menetapkan beberapa peraturan, yaitu sebagai berikut :
1. Rakyat Maluku dilarang menjual
rempah-rempah selain kepada VOC.
2. Jumlah tanaman rempah-rempah
ditentukan oleh VOC.
3. Tempat menanam rempah-rempah juga
ditentukan oleh VOC.
Agar
pelaksanaan monopoli tersebut benar-benar ditaati oleh rakyat, VOC mengadakan Pelayaran Hongi.
Pelayaran Hongi ialah patroli dengan perahu kora-kora, yang dilengkapi dengan
senjata, untuk mengawasi pelaksanaan monopoli di Maluku. Bila terjadi
pelanggaran terhadap peraturan tersebut di atas, maka pelanggarnya dijatuhi
hukuman.
Hukuman
terhadap para pelanggar peraturan monopoli disebut ekstirpasi. Hukuman
itu berupa pembinasaan tanaman rempah-rempah milik petani yang melanggar
monopoli, dan pemiliknya disiksa atau bisa-bisa dibunuh.
Bukan
main kejamnya tindakan VOC waktu itu. Akibatnya penderitaan rakyat memuncak.
Puluhan ribu batang tanaman pala dan cengkih dibinasakan. Ribuan rakyat
disiksa, dibunuh atau dijadikan budak. Ribuan pula rakyat yang melarikan diri
meninggalkan kampung halamannya, karena ngeri melihat kekejaman Belanda.
Tidak
sedikit yang meninggal di hutan atau gunung karena kelaparan. Tanah milik
rakyat yang ditinggalkan, oleh VOC dibagi-bagikan kepada pegawainya. Karena
kekejaman tersebut maka timbulah perlawanan di berbagai daerah.
3.
Sistem tanam paksa
Istilah culturstelsel dalam bahasa
inggrisnya adalah cultivation sistem (sistem
penanaman). Namun orang-orang lebih menekankan pada culturstelsel yang artinya tanam paksa. Tanam paksa
merupakan sebuah eksperimen unik dalam rekayasa sosio-ekonomi. Pada awalnya
sistem yang diterapkan di Indonesia adalah sistem sewa tanah akan tetapi
mengalami kegagalan karena pelaksanaannya sangat sulit sehingga pemerintah
kolonial tidak mendapatkan keuntungan yang maksimal. Sistem tanaman bebas digantikan
sistem tanaman wajib yang sudah ditentukan oleh pemerintah kolonial. Jenis
tanaman dibagi menjadi dua yaitu tanaman tahunan (tebu, nila, tembakau) dan
tanaman keras (kopi, teh, lada, kina, kayu manis)
Sistem
tanam paksa diberlakukan oleh Johanes Van den Bosch pada tahun 1830an. Hal ini
dikarenakan kas negara yang mengalami kekosongan akibat menghadapi berbagai
perlawanan dari penduduk pribumi. Perlawanan Diponegoro (1825-1830) atau Perang
Jawa telah membuat kas Negara Hindia Belanda (nama Indonesia zaman kolonial)
menjadi kosong. Pemerintah dipaksa mengeluarkan banyak anggaran dalam menangkal
strategi perang Diponegoro (taktik perang grilya) dengan mengirikan beberapa
benteng (benteng stelsel) guna mempersempit ruang gerak
Diponegoro. Benteng stelsel benar-benar menguras biaya yang sangat banyak.
Selain untuk mengisi kas Negara yang kosong, Belanda juga membutuhkan banyak
uang guna menghadapi pemberontakan di Belgia yang ingin memisahkan diri dari
Belanda.
Tujuan dilakukannya
tanam paksa adalah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dalam
waktu yang singkat guna mengisi kekosongan kas negara. Ketentuan-ketentuan
pokok dalam tanam paksa diatur dalam Staarblad (Lembaran Negara) tahun 1834 No.
22. Adapun isi ketentuan tersebut antara lain: akan diadakan persetujuan dengan
penduduk mengenai penyediaan tanah yang akan ditanami tanaman ekspor, tanah
yang disediakan tidak boleh lebih dari seperlima tanah petani, lahan yang
ditanami tanaman ekspor dibebaskan dari pajak, pekerjaan untuk menanam tanaman
perdagangan tidak boleh melebihi dari pekerjaan dalam menanam padi. Selain itu
aturan lainya adalah jika hasil tanaman melebihi pajak tanah yang harus dibayar
maka selisihnya harus diberikan kepada petani. Panen tanaman yang gagal bukan
akibat dari tindakan petani, maka kerugian yang menanggung adalah pemerintah.
Van
den Bosch memanfaatkan kekuasaan pembesar bumi putra atau kaum priyayi/bupati.
Para bupati mendapatkan jaminan terhadap jabatan dan mendapatkan fasilitas
lainnya dari pemerintah kolonial. Para bupati dijadikan perantara antara
pemerintah kolonial dengan penduduk bumi putra. Para bupati juga menyewakan
tanah kepada Belanda. Para bupati ini juga mendapatkan komisi atau insentif
dalam istilahnya cultuurprocentan apabila
berhasil mendapatkan hasil tanaman banyak yang pada nantinya akan diserahkan
kepada pemerintah kolonial Belanda. Tanaman-tanaman diangkut oleh petani ke
daerah pesisir kemudian dikirim ke Belanda oleh Nederlandsche Handel-Maatschappij
yang dibentuk oleh Williem I (1824).
Pada akhirnya
terdapat berbagai penyelewangan pada ketentuan yang telah dibuat oleh
pemerintah kolonial Belanda. Setiap aturan yang dibuat pasti dilanggar. Oleh
karena itu tanam paksa benar-benar memberatkan rakyat bumi putra. Padahal
apabila melihat ketentuan-ketentuan yang ada diatas, nampa rakyat tidak
diberatkan sama sekali. Pada masa tanam paksa rakyat dipaksa bekerja lebih giat
lagi. Tenaga rakyat diperas oleh pemungut pajak dan pemerintah kolonial.
Benar-benar tanam paksa membawa kesengsaraan bagi rakyat Indonesia dan
memberikan berkah kepada pemerintah kolonial Belanda. Pada tanam paksa, ada hal
yang menarik dari pertambahan jumlah penduduk. Penduduk bumi putra meningkat
tajam semenjak adanya tanam paksa.
Bagi pemerintahan
kolonial belanda, tanam paksa mendatangkan keuntungan berlipat ganda,
utang-utang dari VOC berhasil dilunasi, membuat jalan raya, membangun benteng,
membangun negeri belanda menjadi lebih makmur lagi. Hal itu berdampak terbalik
dengan yang dialami oleh penduduk bumi putra. Tanam paksa bagaikan ibarat
neraka di dunia. Kemiskinan melanda dimana-mana akibat adanya kerja rodi,
pembayaran pajak yang memberakan rakyat hingga bahaya kelaparan di berbagai
daerah. Penduduk banyak yang melarikan diri dari tempat tinggalnya. Namun
dibalik beberapa dampak negatif terdapat secuil dampak positif dari pelaksanaan
tanam paksa diantara, penduduk bumi putra mengenal tanaman ekspor berserta cara
menanamnya, pembangunan sarana irigasi yang nantinya bermanfaat pada kehidupan
dikelak nanti. Namun pada kesimpulannya dampak negatif lebih banyak
dibandingkan dampak positif yang didapatkan rakyat bumi putra.
Pada
akhirnya tanam paksa mendapatkan kritikan dari berbagai kalangan. Berbagai
tokoh yang menentang tanam paksa antara lain Douwes Dekker (menulis buku Max Havelaar),
Frans van de Putte (menulis buku Suiker Contracten)
dan Van Deventer (pencetus politik etis). Mereka adalah orang-orang liberal
yang menentang tanam paksa. Meraka memaksa kepada pemerintah kolonial Belanda
agar urusan ekonomi diserahkan kepada pihak swasta. Secara de jure tanam paksa
berakhir pada tahun 1870 sejalan dengan lahirnya Undang-undang Agraria yang
membuka jawa bagi pemodal asing. Setelah itu muncullah kebijakan politik pintu
terbuka (open door politic), Indonesia memasuki zaman ekonomi
liberal.
4.
Sistem ekonomi kapitalis liberal
Pengertian
Sistem ekonomi liberal kapitalis adalah sitem ekonomi yang
aset-aset produktif dan faktor-faktor produksinya sebagian besar dimiliki oleh
sektor individu/swasta. Sementara tujuan utama kegiatan produksi adalah menjual
untuk memperoleh laba.
Sistem perekonomian/tata ekonomi liberal kapitalis merupakan
sistem perekonomian yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk
melaksanakan kegiatan perekonomian seperti memproduksi barang, menjual barang,
menyalurkan barang dan lain sebagainya.
Dalam perekonomian liberal kapitalis setiap warga dapat mengatur
nasibnya sendiri sesuai dengan kemampuannya. Semua orang bebas bersaing dalam
bisnis untuk memperoleh laba sebesar- besarnya dan bebas melakukan kompetisi
untuk memenangkan persaingan bebas.
Ciri-ciri
Ciri-ciri dari sistem ekonomi
liberal kapitalis antara lain :
a. Masyarakat diberi kebebasan
dalam memiliki sumber-sumber produksi.
b. Pemerintah tidak ikut campur tangan secara
langsung dalam kegiatan ekonomi.
c. Masyarakat terbagi menjadi dua
golongan, yaitu golongan pemilik sumber daya produksi dan masyarakat pekerja
(buruh).
d. Timbul persaingan dalam
masyarakat, terutama dalam mencari keuntungan.
e. Kegiatan selalu
mempertimbangkan keadaan pasar.
f. Pasar merupakan dasar setiap
tindakan ekonom.
g. Biasanya barang-barang produksi
yang dihasilkan bermutu tinggi.
Keuntungan dan Kelemahan.
Sistem ekonomi liberal kapitalis selain memilki keuntungan juga
mempunyai kelemahan, antara lain :
A. Keuntungan :
a) Menumbuhkan inisiatif dan
kerasi masyarakat dalam kegiatan ekonomi, karena masyarakat tidak perlu lagi
menunggu perintah dari pemerintah.
b) Setiap individu bebas memiliki
untuk sumber-sumber daya produksi, yang nantinya akan mendorong partisipasi
masyarakat dalam perekonomian.
c) Timbul persaingan semangat
untuk maju dari masyarakat.
d) Mengahsilkan barang-barang
bermutu tinggi, karena adanya persaingan semangat antar masyarakat.
e) Efisiensi dan efektifitas
tinggi, karena setiap tindakan ekonomi didasarkan motif mencari keuntungan.
B. Kelemahan :
a) Terjadinya persaingan bebas
yang tidak sehat.
b) Masyarakat yang kaya semakin
kaya, yang miskin semakin miskin.
c) Banyak terjadinya monopoli
masyarakat.
d) Banyak terjadinya gejolak dalam
perekonomian karena kesalahan alokasi sumber daya oleh individu.
e) Pemerataan pendapatan sulit
dilakukan, karena persaingan bebas tersebut.
Institusi-institusi dalam Ekonomi
Liberal Kapitalis.
Ada lima institusi pokok yang
membangun sitem ekonomi liberal kapitalis, yakni :
a. Hak kepemilikan.
Sebagian besar hak kepemilikan
dalam sistem ekonomi liberal kapitalis adalah hak kepemilikan swasta/individu (private/individual property), sehingga individu dalam
masyarakat liberal kapitalis lebih terpacu untuk produktif.
b. Keuntungan.
Keuntungan (profit) selain memuaskan nafsu untuk
menimbun kekayaan produktif, juga merupakan bagian dari ekspresi diri, karena
itu keuntungan dipercaya dapat memotivasi manusia untuk bekerja keras dan
produktif.
c. Konsumerisme.
Konsumerisme sering
diidentikkan dengan hedonisme yaitu falsafah hidup yang mengajarkan untuk
mencapai kepuasan sebesar-besarnya selama hidup di dunia. Tetapi dalam
arti positif, konsumerisme adalah gaya hidup yang sangat menekankan pentingnya
kualitas barang dan jasa yang digunakan. Sebab tujuan akhir dari penggunaan
barang dan jasa adalah meningkatkan nilai kegunaan (utilitas) kehidupan. Sehingga
masyarakat liberal kapitalis terkenal sebagai penghasil barang dan jasa yang
berkualitas.
d. Kompetisi.
Melalui kompetisi akan
tersaring individu-individu atau perusahaan-perusahaan yang mampu bekerja
efisien. Efisiensi ini akan menguntungkan produsen maupun konsumen, atau baik
yang membutuhkan (demander) maupun yang menawarkan (supplier).
e. Harga.
Harga merupakan indikator
kelangkaan, jika barang dan jasa semakin mahal berarti barang dan jasa tersebut
semakin langka. Bagi produsen, gejala naiknya harga merupakan sinyal untuk
menambah produksi agar keuntungan meningkat.
Sejarah dan Perkembangan.
Sistem ekonomi liberal
kapitalis lebih bersifat memberikan kebabasan kepada individu/swasta dalam
menguasai sumber daya yang bermuara pada kepentingan masing-masing individu
untuk mendapatkan keuntungan pribadi sebesar-besarnya. Hal tersebut tidak
terlepas dari berkembangnya paham individualisme dan rasionalisme pada zaman
kelahiran kembali kebudayaan Eropa (renaisance) pada sekitar abad pertengahan (abad ke-XVI). Yang dimaksud
dengan kelahiran kembali kebudayaan Eropa adalah pertemuan kembali dengan
filsafat Yunani yang dianggap sebagai sumber ilmu pengetahuan modern setelah
berlangsungnya Perang Salib pada abad XII – XV. Cepat diterimanya kebudayaan
Yunani oleh ilmuwan Eropa tidak terlepas dari suasana masa itu, dimana Gereja
mempunyai kekuasaan yang dominan sehingga berhak memutuskan sesuatu itu benar
atau salah. Hal tersebut mendorong para ilmuwan untuk mencari alternatif diluar
Gereja. Dalam hal ini filsafat Yunani yang mengajarkan bahwa rasio merupakan
otoritas tertinggi dalam menentukan kebenaran, sangat cocok dengan kebutuhan
ilmuwan Eropa waktu itu.
Pengaruh gerakan reformasi
terus bergulir, sehingga mendorong munculnya gerakan pencerahan (enlightenment) yang mencakup pembaruan ilmu
pengetahuan, termasuk perbaikan ekonomi yang dimulai sekitar abad XVII-XVIII.
Salah satu hasilnya adalah masyarakat liberal kapitalis.
Namun gerakan pencerahan
tersebut juga membawa dampak negatif. Munculnya semangat liberal kapitalis
membawa dampak negatif yang mencapai puncaknya pada abad ke-XIX, antara lain
eksploitasi buruh, dan penguasaan kekuatan ekonomi oleh individu. Kondisi ini
yang mendorong dilakukannya koreksi lanjutan terhadap sistem politik dan
ekonomi, misalnya pembagian kekuasaan, diberlakukannya undang-undang anti
monopoli, dan hak buruh untuk mendapatkan tunjangan dan mendirikan serikat
buruh.
1) Sistem liberal kapitalis
awal/klasik.
Sistem ekonomi liberal
kapitalis klasik berlangsung sekitar abad ke-XVII sampai menjelang abad ke-XX,
dimana individu/swasta mempunyai kebebasan penguasaan sumber daya maupun
pengusaan ekonomi dengan tanpa adanya campur tangan pemerintah untuk mencapai
kepentingan individu tersebut, sehingga mengakibatkan munculnya berbagai ekses
negatif diantaranya eksploitasi buruh dan penguasaan kekuatan ekonomi. Untuk
masa sekarang, sitem liberal kapitalis awal/klasik telah ditinggalkan.
2) Sistem liberal kapitalis
modern.
Sistem ekonomi liberal
kapitalis modern adalah sistem ekonomi liberal kapitalis yang telah
disempurnakan. Beberapa unsur penyempurnaan yang paling mencolok adalah
diterimanya peran pemerintah dalam pengelolaan perekonomian. Pentingnya peranan
pemerintah dalam hal ini adalah sebagai pengawas jalannya perekonomian. Selain
itu, kebebasan individu juga dibatasi melalui pemberlakuan berbagai peraturan,
diantaranya undang-undang anti monopoli (Antitrust Law). Nasib pekerja juga sudah mulai diperhatikan dengan
diberlakukannya peraturan-peraturan yang melindungi hak asasi buruh sebagai
manusia. Serikat buruh juga diijinkan berdiri dan memperjuangkan nasib para
pekerja. Dalam sistem liberal kapilalis modern tidak semua aset produktif boleh
dimiliki individu terutama yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat banyak,
pembatasannya dilakukan berdasarkan undang-undang atau peraturan-peraturan.
Untuk menghindari perbedaan kepemilikan yang mencolok, maka diberlakukan pajak
progresif misalnya pajak barang mewah.
Negara-negara yang menganut
sistem ekonomi liberal kapitalis modern antara lain :
a) Di benua Amerika, antara lain
Amerika Serikat, Argentina, Bolivia, Brasil, Chili, Kuba, Kolombia, Ekuador,
Kanada, Maksiko, Paraguay, Peru dan Venezuela.
b) Di benua Eropa, sebagian besar
menganut sistem ini antara lain Austria, Belgia, Bulgaria, Kroasia,
Cekoslovakia, Denmark, Prancis, Jerman, Yunani, Italia, Belanda, Polandia,
Portugal, Spanyol, Swedia, Inggris.
c) Di benua Asia, antara lain
India, Iran, Israel, Jepang, Korea Selatan, Filipina, Taiwan, Thailand, Turki,
Malaysia, Singapura.
d) Kepulauan Oceania, antara lain
Australia dan Selandia Baru.
e) Di benua Afrika, sistem ekonomi
ini terbilang masih baru. Negara yang menganut antara lain Mesir, Senegal,
Afrika Selatan.
5.
Era pendudukan Jepang
Masuknya Jepang ke Wilayah Indonesia
Sebagai negara fasis-militerisme di
Asia, Jepang sangat kuat, sehingga meresahkan kaum pergerakan nasional di
Indonesia. Dengan pecahnya Perang Dunia II, Jepang terjun dalam kancah
peperangan itu. Di samping itu, terdapat dugaan bahwa suatu saat akan terjadi
peperangan di Lautan Pasifik. Hal ini didasarkan pada suatu analisis politik.
Adapun sikap pergerakan politik bangsa Indonesia dengan tegas menentang dan
menolak bahwa fasisme sedang mengancam dari arah utara. Sikap ini dinyatakan
dengan jelas oleh Gabungan Politik Indonesia (GAPI).
Sementara itu di Jawa muncul
Ramalan Joyoboyo yang mengatakan bahwa pada suatu saat pulau Jawa akan dijajah
oleh bangsa kulit kuning, tetapi umur penjajahannya hanya "seumur
jagung". Setelah penjajahan bangsa kulit kuning itu lenyap akhirnya
Indonesia merdeka. Ramalan yang sudah dipcrcaya oleh rakyat ini tidak
disia-siakan oleh Jepang, bahkan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Sehingga
kedatangan Jepang ke Indonesia dianggap sebagai sesuatu hal yang wajar saja.
Pada tanggal 8 Desember 1941 pecah
perang di Lautan Pasifik yang melibatkan Jepang. Melihat keadaan yang semakin
gawat di Asia, maka penjajah Belanda harus dapat menentukan sikap dalam
menghadapi bahaya kuning dari Jepang. Sikap tersebut dipertegas oleh
Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jhr. Mr. A.W.L. Tjarda Van Starkenborgh
Stachouwer dengan mengumumkan perang melawan Jepang. Hindia Belanda termasuk ke
dalam Front ABCD (Amerika Serikat, Brittania/Inggris, Cina, Dutch/Belanda)
dengan Jenderal Wavel (dari Inggris) sebagai Panglima Tertinggi yang
berkedudukan di Bandung.
Angkatan perang Jepang begitu kuat,
sehingga Hindia Belanda yang merupakan benteng kebanggaan Inggris di daerah
Asia Tenggara akhirnya jatuh ke tangan pasukan Jepang. Peperangan yang
dilakukan oleh Jepang di Asia Tenggara dan di Lautan Fasifik ini
diberi nama Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik. Dalam waktu yang sangat singkat, Jepang telah dapat menguasai daerah Asia Tenggara seperti Indochina, Muangthai, Birma (Myanmar), Malaysia, Filipina, dan In¬donesia. Jatuhnya Singapura ke tangan Jepang pada tanggal 15 Pebruari 1941, yaitu dengan ditenggelamkannya kapal induk Inggris yang bernama Prince of Wales dan HMS Repulse, sangat mengguncangkan pertahanan Sekutu di Asia. Begitu pula satu persatu komandan Sekutu meninggalkan Indone¬sia, sampai terdesaknya Belanda dan jatuhnya Indonesia ke tangan pasukan Jepang. Namun sisa-sisa pasukan sekutu di bawah pimpinan Karel Door¬man (Belanda) dapat mengadakan perlawanan dengan pertempuran di Laut Jawa, walaupun pada akhirnya dapat ditundukkan oleh Jepang.
diberi nama Perang Asia Timur Raya atau Perang Pasifik. Dalam waktu yang sangat singkat, Jepang telah dapat menguasai daerah Asia Tenggara seperti Indochina, Muangthai, Birma (Myanmar), Malaysia, Filipina, dan In¬donesia. Jatuhnya Singapura ke tangan Jepang pada tanggal 15 Pebruari 1941, yaitu dengan ditenggelamkannya kapal induk Inggris yang bernama Prince of Wales dan HMS Repulse, sangat mengguncangkan pertahanan Sekutu di Asia. Begitu pula satu persatu komandan Sekutu meninggalkan Indone¬sia, sampai terdesaknya Belanda dan jatuhnya Indonesia ke tangan pasukan Jepang. Namun sisa-sisa pasukan sekutu di bawah pimpinan Karel Door¬man (Belanda) dapat mengadakan perlawanan dengan pertempuran di Laut Jawa, walaupun pada akhirnya dapat ditundukkan oleh Jepang.
Secara kronologis serangan-serangan
pasukan Jepang di Indonesia adalah sebagai berikut: diawali dengan menduduki Tarakan
(10 Januari 1942), kemu-dian.Minahasa, Sulawesi, Balikpapan, dan Arnbon.
Kemudian pada bulan Pebruari 1942 pasukan Jepang menduduki Pontianak, Makasar,
Banjarmasin, Palembang, dan Bali.
Pendudukan terhadap Palembang lebih
dulu oleh Jepang mempunyai arti yang sangat penting dan strategis, yaitu untuk
memisahkan antara Batavia yang menjadi pusat kedudukan Belanda di Indonesia
dengan Singapura sebagai pusat kedudukan Inggris. Kemudian pasukan Jepang
melakukan serangan ke Jawa dengan mendarat di daerah Banten, Indramayu, Kragan
(antara Rembang dan Tuban). Selanjutnya menyerang pusat kekuasaan Belan¬da di
Batavia (5 Maret 1942), Bandung (8 Maret 1942) dan akhirnya pasukan Belanda di
Jawa menyerah kepada Panglima Bala Tentara Jepang Imamura di Kalijati (Subang,
8 Maret 1942). Dengan demikian, seluruh wilayah Indo¬nesia telah menjadi bagian
dari kekuasaan penjajahan Jepang
Penjajah Jepang di Indonesia
Bala Tentara Nippon adalah sebutan
resmi pemerintahan militer pada masa pemerintahan Jepang. Menurut UUD No. 1 (7
Maret 1942), Pembesar Bala Tentara Nippon memegang kekuasaan militer dan segala
'kekuasaan yang dulu dipegang oleh Gubernur Jenderal (pada masa kekuasaan
Belanda).
Dalam pelaksanaan sistem
pemerintahan ini, kekuasaan atas wilayah Indonesia dipegang oleh dua angkatan
perang yaitu angkatan darat (Rikugun) dan angkatan laut (Kaigun). Masing-masing
angkatan mempunyai wilayah kekuasaan. Dalam hal ini In¬donesia dibagi menjadi
tiga wilayah kekuasaan yaitu:
a)
Daerah Jawa dan Madura dengan pusatnya Batavia berada di
bawah kekuasaan Rikugun.
b)
Daerah Sumatera dan Semenanjung Tanah Melayu dengan pusatnya
Singapura berada di bawah kekuasaan Rikugun. Daera Sumatera dipisahkan pada
tahun 1943, tapi masih berada di bawah kekuasaan Rikugun.
c)
Daerah Kalimantan, Sulawesi, Nusatenggara, Maluku, Irian
berada di bawah kekuasaan Kaigun.
Organisasi
Bentukan Jepang
Pasukan Jepang selalu berusaha
untuk dapat memikat hati rakyat Indonesia. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar
bangsa Indonesia memberi bantuan kepada pasukan Jepang. Untuk menarik simpati
bangsa Indonesia maka dibentuklah orgunisasi resmi seperti Gerakan Tiga A,
Putera, dan PETA.
Gerakan Tiga A, yaitu Nippon
Pelindung Asia, Nippon Cahaya Asia, Nippon Pemimpin Asia. Gerakan ini dipimpin
oleh Syamsuddin SH. Namun dalam perkembangan selanjutnya gerakan ini tidak
dapat menarik simpati rakyat, sehingga pada tahun 1943 Gerakan Tiga A
dibubarkan dan diganti dengan Putera.
Pusat Tenaga Rakyat (Putera)
Organisasi ini dibentuk pada tahun 1943 di bawah pimpinan "Empat Serangkai",
yaitu Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Kiyai Haji Mas Mansyur.
Gerakan Putera ini pun diharapkan dapat menarik perhatian bangsa Indonesia agar
membantu pasukan Jepang dalam setiap peperangan yang dilakukannya. Akan tetapi
gerakan Putera yang merupakan bentukan Jepang ini ternyata menjadi bume-rang
bagi Jepang. Hal ini disebabkan oleh anggota-anggota dari Putera yang memiliki
sifat nasionalisme yang tinggi.
Propaganda anti-Sekutu yang selalu
didengung-dengungkan oleh pasukan Jepang kepada bangsa Indonesia ternyata tidak
membawa hasil seperti yang diinginkan. Propaganda anti Sekutu itu sama halnya
dengan anti imperialisme. Padahal Jepang termasuk negara imperialisme, maka
secara tidak langsung juga anti terhadap kehadiran Jepang di bumi Indonesia. Di
pihak lain, ada segi positif selama masa pendudukan Jepang di Indonesia,
seperti berlangsungnya proses Indonesianisasi dalam banyak hal, di antaranya
bahasa Indonesia dijadikan bahasa resmi, nama-nama di- indonesiakan, kedudukan
seperti pegawai tinggi sudah dapat dijabat oleh orang-orang Indonesia dan
sebagainya.
Pembela Tanah Air (PETA) PETA merupakan organisasi bentukan Jepang dengan keanggotaannya terdiri atas pemuda-pemuda Indonesia. Dalam organisasi PETA ini para pemuda bangsa Indonesia dididik atau dilatih kemiliteran oleh pasukan Jepang. Pemuda-pemuda inilah yang menjadi tiang utama perjuangan kemerdekaan bangsa dan negara
Indonesia.
Pembela Tanah Air (PETA) PETA merupakan organisasi bentukan Jepang dengan keanggotaannya terdiri atas pemuda-pemuda Indonesia. Dalam organisasi PETA ini para pemuda bangsa Indonesia dididik atau dilatih kemiliteran oleh pasukan Jepang. Pemuda-pemuda inilah yang menjadi tiang utama perjuangan kemerdekaan bangsa dan negara
Indonesia.
Tujuan awalnya pembentukan
organisasi PETA ini adalah untuk memenuhi kepentingan peperangan Jepang di Lautan
Pasifik. Dalam perkembangan berikutnya, ternyata PETA justru sangat besar
manfaatnya bagi bangsa Indone¬sia untuk meraih kemerdekaan melalui perjuangan
fisik. Misalnya, Jenderal Sudirman dan Jenderal A.H. Nasution adalah dua orang
tokoh militer Indonesia yang pernah menjadi pemimpin pasukan PETA pada zaman
Jepang. Namun karena PETA terlalu bersifat nasional dan dianggap sangat
membahayakan kedudukan Jepang atas wilayah In¬donesia, maka pada tahun 1944
PETA dibubarkan. Berikut-nya Jepang mendirikan organisasi lainnya yang bernama
Perhimpunan Kebaktian Rakyat yang lebih terkenal dengan nama Jawa Hokokai
(1944). Kepemimpinan organisasi ini berada di bawah Komando Militer Jepang.
Golongan-golongan
Golongan-golongan
Beberapa golongan yang terorganisir
rapi dan menjalin hubungan rahasia dengan Bung Karno dan Bung Hatta.
Golongan-golongan itu di antaranya:
a)
Golongan Amir Syarifuddin;
Amir Syarifuddin
adalah seorang tokoh yang sangat anti fasisme. Hal ini sudah diketahui oleh
Jepang, sehingga pada tahun 1943 ia ditangkap dan diputuskan untuk menjatuhkan
hukuman mati kepadanya. Namun, atas perjuangan diplomasi Bung Karno terhadap
para pemimpin Jepang, Amir Syari¬fuddin tidak jadi dijatuhi hukuman mati,
melainkan hukuman seumur hidup.
b)
Golongan Sutan Syahrir;
Golongan ini
mendapatkan dukungan dari kaum terpelajar dari berbagai kota yang ada di
Indonesia. Cabang-cabang yang telah dimiliki oleh golongan Sutan Syahrir ini
seperti di Jakarta, Garut, Cirebon, Surabaya dan lain sebagainya.
c)
Golongan Sukarni; Golongan ini mempunyai peranan yang sangat
besar menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia. Pengikut golongan ini seperti
Adam Malik, Pandu Kerta Wiguna, Khairul Saleh, Maruto Nitimiharjo.
d)
Golongan Kaigun; Golongan ini dipimpin oleh Ahmad Subardjo
dengan anggota-anggotanya terdiri atas A.A. Maramis, SH., Dr. Samsi, Dr.
Buntaran Gatot, SH., dan lain-lain. Golongan ini juga mendirikan asrama yang
bernama Asrama Indonesia Merdeka dengan ketuanya Wikana. Para pengajarnya
antara lain Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Syahrir dan lain-lain.
Perlawanan
Rakyat Terhadap Jepang
Buruknya kehidupan rakyat mendorong timbulnya
perlawanan-perlawanan rakyat di beberapa tempat seperti:
a)
Pada awal pendudukan Jepang di Aceh tahun 1942 terjadi
pemberontakan di Cot Plieng, Lhok Seumawe di bawah pimpinan Tengku Abdul Jalil.
Pemberontakan ini dapat dipadamkan, dan dua tahun kemudian, yaitu pada tahun
1944 muncul lagi pemberontakan di Meureu di bawah pim¬pinan Teuku Hamid yang
juga dapat dipadamkan oleh pasukan Jepang.
b)
Karang Ampel, Sindang (Kabupaten Indramayu) tahun 1943
terjadi perlawanan rakyat di daerah itu kepada Jepang. Perlawanan ini dipimpin
oleh Haji Madriyan dan kawan-kawannya, namun perlawanan ini berhasil ditindas
oleh Jepang dengan sangat kejamnya.
c)
Sukamanah (Kabupaten Tasikmalaya), tahun 1943 terjadi perlawanan
rakyat di daerah itu kepada Jepang. Perlawanan ini dipimpin oleh Haji Zaenal
Mustafa. Dalam perlawanan ini Zaenal Mustafa berhasil mem-bunuh kaki-tangan
Jepang. Dengan kenyataan seperti ini, Jepang melaku-kan pembalasan yang luar
biasa dan melakukan pembunuhan massal terhadap rakyat.
Blitar
pada tanggal 14 Pebruari 1945 terjadi pemberontakan PETA di
bawah pimpinan Supriyadi (putra Bupati Blitar). Dalam memimpin pemberontakan
ini Supriyadi tidak sendirian dan dibantu oleh teman-temannya seperti dr.
Ismail, Mudari, dan Suwondo. Pada pemberontakan itu, orang-orang Jepang yang
ada di Blitar dibinasakan. Pemberontakan heroik ini benar-benar mengejutkan
Jepang, terlebih lagi pada saat itu Jepang terus menerus mengalami kekalahan di
dalam Perang Asia Timur Raya dan Perang Pasifik. Kemudian Jepang mengepung
kedudukan Supri¬yadi, namun pasukan Supriyadi tetap mengadakan aksinya. Jepang
tidak kehilangan akal, ia melakukan suatu tipu muslihat dengan menyerukan agar
para pemberontak menyerah saja dan akan dijamin keselamatannya serta akan
dipenuhi segala tuntutannya. Tipuan Jepang tersebut temyata berhasil dan
akibatnya banyak anggota PETA yang menyerah. Pasukan PETA yang menyerah tidak
luput dari hukuman Jepang dan beberapa orang dijatuhi hukuman mati seperti Ismail
dan kawan-kawannya. Di samping, itu ada pula yang meninggal karena siksaan
Jepang.
Secara umum dapat dikatakan bahwa pendudukan Jepang di bumi
Indo¬nesia tidak dapat diterima. Jepang juga sempat mengadakan pembunuhan
secara besar-besaran terhadap masyarakat dari lapisan terpelajar di daerah
Kalimantan Barat. Pada daerah ini tidak kurang dari 20.000 orang yang menjadi
korban keganasan pasukan Jepang. Hanya sebagian kecil saja yang dapat
menyelamatkan diri dan lari ke Pulau Jawa. Setelah kekalahan-kekalahan yang
dialami oleh Jepang pada setiap peperangannya dalam Perang Pasifik, akhirnya
pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada pasukan Sekutu.
Dampak Pendudukan
Jepang bagi Bangsa Indonesia
Bidang Politik. Sejak masuknya kekuasaan Jepang di Indonesia,
organisasi-organisasi politik tidak dapat berkembang lagi. Bahkan pemerintah
pen¬dudukan Jepang menghapuskan segala bentuk kegiatan organisasi-organisasi,
baik yang bersifat politik maupun yang bersifat sosial, ekonomi, dan agama.
Organisasi-organisasi itu dihapuskan dan diganti dengan organisasi buatan
)epang, sehingga kehidupan politik pada masa itu diatur oleh pemerintah Jepang,
walaupun masih terdapat beberapa organisasi politik yang terus berjuang menentang
pendudukan Jepang di Indonesia.
Bidang ekonomi. Pendudukan bangsa Jepang atas wilayah Indonesia sebagai
negara imperialis, tidak jauh berbeda dengan negara-negara imperialisme
lainnya. Kedatangan bangsa Jepang ke Indonesia berlatar belakang masalah ekonomi,
yaitu mencari daerah-daerah sebagai penghasil bahan mentah dan bahan baku untuk
memenuhi kebutuhan industrinya dan mencari tempat pemasaran untuk hasil-hasil
industrinya. Sehingga aktivitas perekonomian bangsa Indonesia pada zaman Jepang
sepenuhnya dipegang oleh pemerintah Jepang.
Bidang pendidikan Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, kehidupan
pendidikan berkembang pesat dibandingkan dengan pendudukan Hindia Belanda.
Pemerintah pendudukan Jepang memberikan kesempatan kepada bangsa Indonesia
untuk mengikuti pendidikan pada sekolah-sekolah yang dibangun oleh pemerintah.
Di samping itu, bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa perantara pada
sekolah-sekolah serta penggunaan nama-nama yang diindonesiakan. Padahal tujuan
Jepang mengembangkan pendidikan yang luas pada bangsa Indonesia adalah untuk
menarik simpati dan mendapatkan bantuan dari rakyat Indonesia dalam menghadapi
lawan-lawannya pada Perang Pasifik.
Bidang kebudayaan Jepang sebagai negara fasis selalu berusaha untuk menanamkan
kebudayaannya. Salah satu cara Jepang adalah kebiasaan menghormat ke arah
matahari terbit. Cara menghormat seperti itu merupakan salah satu tradisi
Jepang untuk menghormati kaisarnya yang dianggap keturunan Dewa Matahari.
Pengaruh Jepang di bidang kebudayaan lebih banyak dalam lagu-lagu, film, drama
yang seringkali dipakai untuk propa¬ganda. Banyak lagu Indonesia diangkat dari
lagu Jepang yang populer pada jaman Jepang. Iwa Kusuma Sumantri dari buku
"Sang Pejuang dalam Gejolak Sejarah" menulis
"kebiasaan-kebiasaan dan kepercayaan-kepercayaan yang sangat merintangi
kemajuan kita, mulai berkurang. Bangsa kita yang telah bertahun-tahun
digembleng oleh penjajah Belanda untuk selalu 'nun inggih' kini telah berbalik
menjadi pribadi yang berkeyakinan tinggi, sadar akan harga diri dan
kekuatannya. Juga cara-cara menangkap ikan, bertani, dan lain-lain telah
mengalami pembaharuan-pembaharuan berkat didikan yang diberikan Jepang kepada
bangsa Indonesia, walaupun bangsa Indonesia pada waktu itu tidak secara sadar
menginsafinya. Untuk anak-anak sekolah diberikan latihan-latihan olahraga yang
dinamai Taiso, sangat baik untuk kesehatan mereka itu. Saya kira untuk
kebiasaan sehari-hari yang tertentu (misalnya senin) bagi anak-anak sekolah
maupun untuk para pegawai atau buruh untuk menghormati bendera kita (merah
putih) serta pula menyanyi-kan lagu kebangsaan atau lagu-lagu nasional
merupakan kebiasaaan yang diwariskan Jepang kepada bangsa Indonesia.
Bidang sosial Selama masa pendudukan Jepang kehidupan sosial masyarakat
sangat memprihatinkan. Penderitaan rakyat semakin bertambah, karena sega-la
kegiatan rakyat dicurahkan untuk memenuhi kebutuhan perang Jepang dalam
menghadapi musuh-musuhnya. Terlebih lagi rakyat dijadikan romusha (kerja
paksa). Sehingga banyak jatuh korban akibat kelaparan dan penyakit.
Bidang birokrasi. Kekuasaan Jepang atas wilayah Indonesia dipegang oleh
kalangan militer, yaitu dari angkatan darat (rikugun) dan angkatan laut
(kaigun). Sistem pemerintahan atas wilayah diatur berdasarkan aturan militer.
Dengan hilangnya orang Belanda di pemerintahan, maka orang Indonesia mendapat
kesempatan untuk menduduki jabatan yang lebih penting yang sebelumnya hanya
bisa dipegang oleh orang Belanda. Termasuk jabatan gubernur dan walikota di
beberapa tempat, tapi pelaksanaannya masih di bawah pengawasan Militer Jepang.
Pengalaman penerapan birokrasi di Jawa dan Sumatera lebih banyak daripada di
tempat-tempat lain. Namun, penerapan birokrasi di daerah penguasaan Angkatan
Laut Jepang agak buruk.
Bidang militer Kekuasaan Jepang atas wilayah Indonesia memiliki arti
penting, khususnya dalam bidang militer. Para pemuda bangsa Indonesia diberikan
pendidi-kan militer melalui organisasi PETA. Pemuda-pemuda yang tergabung dalam
PETA inilah yang nantinya menjadi inti kekuatan dan penggerak perjuangan rakyat
Indonesia mencapai kemerdekaannya.
Penggunaan Bahasa Indonesia. Berdasarkan pendapat Prof. Dr. A. Teeuw (ahli bahasa Indonesia berkebangsaan Belanda) menya-takan bahwa tahun 1942 merupakan tahun bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada waktu itu, bahasa Belanda dilarang penggunaannya dan digantikan dengan penggunaan bahasa Indonesia. Bahkan sejak awal tahun 1943 seluruh tulisan yang berbahasa Belanda dihapuskan dan harus diganti dengan tulisan berbahasa Indonesia.
Penggunaan Bahasa Indonesia. Berdasarkan pendapat Prof. Dr. A. Teeuw (ahli bahasa Indonesia berkebangsaan Belanda) menya-takan bahwa tahun 1942 merupakan tahun bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada waktu itu, bahasa Belanda dilarang penggunaannya dan digantikan dengan penggunaan bahasa Indonesia. Bahkan sejak awal tahun 1943 seluruh tulisan yang berbahasa Belanda dihapuskan dan harus diganti dengan tulisan berbahasa Indonesia.
6.
Cita-cita ekonomi merdeka
Perekonomian global sedang
anjlok. Namun, pada saat bersamaan, perekonomian Indonesia justru tumbuh.
Memasuki tahun 2013, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi 6,5 persen. Lalu,
juga pada tahun 2013 mendatang, PDB Indonesia diperkirakan 1 Triliun USD.
Gara-gara angka-angka di atas,
banyak orang terkesima dengan performa ekonomi Indonesia. Banyak yang mengira,
dengan pertumbuhan ekonomi sepesat itu, bangsa Indonesia sudah
sejahtera. Lembaga rentenir Internasional, IMF (Dana Moneter Internasional),
turut terkesima dan memuja-muja pertumbuhan itu.
Namun, fakta lain juga sangat
mencengankan. Indeks Gini, yang mengukur tingkat kesenjangan ekonomi, meningkat
pesat dalam beberapa tahun terakhir. Data Biro Pusat Statistik (BPS)
menyebutkan, tingkat kesenjangan ekonomi pada 2011 menjadi 0,41. Padahal, pada
tahun 2005, gini rasio Indonesia masih 0,33.
Data lain juga menunjukkan,
kekayaan 40 orang terkaya Indonesia mencapai Rp680 Triliun (71,3 miliar USD)
atau setara dengan 10,33% PDB. Konon, nilai kekayaan dari 40 ribu orang itu
setara dengan kekayaan 60% penduduk atau 140 juta orang. Data lain menyebutkan,
50 persen kekayaan ekonomi Indonesia hanya dikuasai oleh 50 orang.
Ringkas cerita, pertumbuhan ekonomi
yang spektakuler itu tidak mencerminkan kesejahteraan rakyat. Yang
terjadi, sebagian besar aset dan pendapat ekonomi hanya dinikmati segelintir
orang. Sementara mayoritas rakyat tidak punya aset dan akses terhadap sumber
daya ekonomi. Akhirnya, terjadilah fenomena: 1% warga negara makin makmur,
sementara 99% warga negara hidup pas-pasan.
Akhirnya, kita patut bertanya,
apakah pembangunan ekonomi semacam itu yang menjadi cita-cita kita berbangsa?
Silahkan memeriksa cita-cita perekonomian kita ketika para pendiri bangsa
sedang merancang berdirinya negara Republik Indonesia ini.
Bung Hatta pernah berkata,
“dalam suatu Indonesia Merdeka yang dituju, yang alamnya kaya dan tanahnya
subur, semestinya tidak ada kemiskinan. Bagi Bung Hatta, Indonesia Merdeka tak
ada gunanya jika mayoritas rakyatnya tetap hidup melarat. “Kemerdekaan nasional
tidak ada artinya, apabila pemerintahannya hanya duduk
sebagai biduanda dari kapital asing,” kata Bung Hatta. (Pidato Bung
Hatta di New York, AS, tahun 1960)
Karena itu, para pendiri
bangsa, termasuk Bung Karno dan Bung Hatta, kemudian merumuskan apa yang
disebut “Cita-Cita Perekonomian”. Ada dua garis besar cita-cita perekonomian
kita. Pertama, melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial dan feodalistik. Kedua,
memperjuangkan terwujudnya masyarakat adil dan makmur.
Artinya, dengan penjelasan di
atas, berarti cita-cita perekonomian kita tidak menghendaki ketimpangan. Para
pendiri bangsa kita tidak menginginkan penumpukan kemakmuran di tangan
segelintir orang tetapi pemelaratan mayoritas rakyat. Tegasnya, cita-cita
perekonomian kita menghendaki kemakmuran seluruh rakyat.
Supaya cita-cita perekonomian
itu tetap menjiwai proses penyelenggaran negara, maka para pendiri bangsa
sepakat memahatkannya dalam buku Konstitusi Negara kita: Pasal 33 UUD 1945.
Dengan demikian, Pasal 33 UUD 1945 merupakan sendi utama bagi pelaksanaan
politik perekonomian dan politik sosial Republik Indonesia.
Dalam pasal 33 UUD 1945, ada
empat kunci perekonomian untuk memastikan kemakmuran bersama itu bisa tercapai.
Pertama, adanya keharusan bagi peran negara yang bersifat aktif dan efektif.
Kedua, adanya keharusan penyusunan rencana ekonomi (ekonomi terencana). Ketiga,
adanya penegasan soal prinsip demokrasi ekonomi, yakni pengakuan terhadap
sistem ekonomi sebagai usaha bersama (kolektivisme). Dan keempat, adanya
penegasan bahwa muara dari semua aktivitas ekonomi, termasuk pelibatan sektor
swasta, haruslah pada “sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Sayang, sejak orde baru hingga
sekarang ini (dengan pengecualian di era Gus Dur), proses penyelenggaran negara
sangat jauh politik perekonomian ala pasal 33 UUD 1945. Pada masa
orde baru, sistem perekonomian kebanyakan didikte oleh kapital asing melalui
kelompok ekonom yang dijuluki “Mafia Barkeley”. Lalu, pada masa pasca reformasi
ini, sistem perekonomian kebanyakan didikte secara langsung oleh
lembaga-lembaga asing, seperti IMF, Bank Dunia, dan WTO.
Akibatnya, cita-cita
perekonomian sesuai amanat Proklamasi Kemerdekaan pun kandas. Bukannya
melikuidasi sisa-sisa ekonomi kolonial, tetapi malah mengekal-kannya, yang
ditandai oleh menguatnya dominasi kapital asing, politik upah murah,
ketergantungan pada impor, dan kecanduan mengekspor bahan mentah ke
negeri-negeri kapitalis maju.
Ketimpangan ekonomi kian
menganga. Kemiskinan dan pengangguran terus melonjak naik. Mayoritas rakyat
(75%) bekerja di sektor informal, tanpa perlindungan hukum dan jaminan sosial.
Sementara puluhan juta lainnya menjadi “kuli” di negara-negara lain.
7.
Ekonomi Indonesia setiap periode pemerintahan:
a. Orde
lama
Pada
tanggal 17 agustus 1945, indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. Namun
demikian, tidak berarti Indonesia sudah bebas dari Belanda. Tetapi setelah
akhirnya pemerintah Belanda mengakui secara resmi kemerdekaan Indonesia. Sampai
tahun 1965, Indonesia gejolak politik di daalam negeri dan beberapa
pemberontakan di sejumlah daerah. Akibatnya, selama pemerintahan orde lama,
keadaan perekonomian Indonesia sangat buruk. Seperti pertumbuhan ekonomi yang
menurun sejak tahun 1958 dan defisit anggaran pendapatan dan belanja
pemerintahan terus membesar dari tahun ke tahun. Dapat disimpulkan bahwa
buruknya perekonomian Indonesia selama pemerintahan Orde Lama terutama
disebabkan oleh hancurnya infrastruktur ekonomi, fisik, maupun nonfisik selama
pendudukan jepang. Dilihat dari aspek politiknya selama periode orde lama,
dapat dikatakan Indonesia pernah mengalami sistem politik yang sangat
demokratis yang menyebabkan kehancuran politik dan perekonomian nasional.
b. Orde
baru
Maret 1966, Indonesia dalam era Orde Baru perhatian
pemerintahan lebih ditujukan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat
lewat pembangunan ekonomi dan sosial tanah air. Usaha pemerintah tersebut
ditambah lagi dengan penyusunan rencana pembaangunan 5 tahun secara bertahap
dengan target-target yang jelas sangat dihargai oleh negara-negara barat.
Tujuan jangka panjang dari pembangunan ekonomi di Indonesia pada masa Orde Baru
adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui suatu proses
industrialisasi dalam skala besar. Perubahan ekonomi struktural juga sangat
nyata selama masa Orde Baru dimana sektor industri manufaktur meningkat setiap
tahun. Dan kondisi utama yang harus dipenuhi terlebih dahulu agar suatu usaha
membangun ekonomi dapat berjalan dengan baik, yaitu sebagai berikut: kemampuan politik
yang kuat, stabilitas ekonomi dan politik, SDM yang lebih baik, sistem politik
ekonomi terbuka yang berorientasi ke Barat, dan dan kondisi ekonomi dan politik
dunia yang lebih baik.
c. Reformasi
Awal
pemerintahan reformasi yang dipimpin oleh Presiden Wahid, masyarakat umum
menaruh pengharapan besar terhadap kemampuan Gusdur. Dalam hal ekonomi,
perekonomian Indonesia mulai menunjukkan adanya perbaikan. Namun selama
pemerintahan Gusdur, praktis tidak ada satupun masalah di dalam negeri yang
dapat terselesaikan dengan baik. Selain itu hubungan pemerintah Indonesia di
bawah pimpinan Gusdur dengan IMF juga tidak baik. Ketidakstabilan politik dan
sosial yang tidak semakin surut selama pemerintahan Abdurrahman Wahid menaikkan
tingkat country risk Indonesia. Makin rumitnya persoalan ekonomi
ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi. Seperti pergerakan Indeks Harga
Saham Gabungan yang menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang negatif dan rendahnya
kepercayaan pelaku bisnis terhadap pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar
AS.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar