Senin, 30 Maret 2015

BAB IV : Produk domestik bruto pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi

BAB IV : Produk domestik bruto pertumbuhan dan perubahan struktur ekonomi
Definisi Produk Domestik Bruto atau Gross Domestic Product (GDP)

Gross Domestic Product (GDP) adalah penghitungan yang digunakan oleh suatu negara sebagai ukuran utama bagi aktivitas perekonomian nasionalnya, tetapi pada dasarnya GDP mengukur seluruh volume produksi dari suatu wilayah (negara) secara geografis.
Sedangkan menurut McEachern (2000:146), GDP artinya mengukur nilai pasar dari barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang berada dalam suatu negara selama jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. GDP juga dapat digunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau untuk membandingkan beberapa perekonomian pada suatu saat.
Gross domestic product hanya mencakup barang dan jasa akhir, yaitu barang dan jasa yang dijual kepada pengguna yang terakhir. Untuk barang dan jasa yang dibeli untuk diproses lagi dan dijual lagi (Barang dan jasa intermediate) tidak dimasukkan dalam GDP untuk menghindari masalah double counting atau penghitungan ganda, yaitu menghitung suatu produk lebih dari satu kali.
Contohnya, grosir membeli sekaleng tuna seharga Rp 6.000,- dan menjualnya seharga Rp 9.000,-. Jika GDP menghitung kedua transaksi tersebut , Rp 6.000,- dan Rp 9.000,-, maka sekaleng tuna itu dihitung senilai Rp 15.000,- (lebih besar daripada nilai akhirnya). Jadi, GDP hanya menghitung nilai akhir dari suatu produk yaitu sebesar Rp 9.000,-. Untuk barang yang diperjual-belikan berulang kali (second-hand) tidak dihitung dalam GDP karena barang tersebut telah dihitung pada saat diproduksi. (2000:146-147).

Tipe-tipe GDP
Ada dua tipe GDP, yaitu :
1) GDP dengan harga berlaku atau GDP nominal, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada tahun tersebut.
2) GDP dengan harga tetap atau GDP riil, yaitu nilai barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam suatu tahun dinilai menurut harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu yang seterusnya digunakan untuk menilai barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun lain Angka-angka GDP merupakan hasil perkalian jumlah produksi (Q) dan
harga (P), kalau harga-harga naik dari tahun ke tahun karena inflasi, maka besarnya GDP akan naik pula, tetapi belum tentu kenaikan tersebut menunjukkan jumlah produksi (GDP riil). Mungkin kenaikan GDP hanya disebabkan oleh kenaikan harga saja, sedangkan volume produksi tetap atau merosot.
Perhitungan GDP

Menurut McEachern (2000:147) ada dua macam pendekatan yang digunakan dalam perhitungan GDP, yaitu:
1. Pendekatan pengeluaran, menjumlahkan seluruh pengeluaran agregat pada seluruh barang dan jasa akhir yang diproduksi selama satu tahun.
2. Pendekatan pendapatan, menjumlahkan seluruh pendapatan agregat yang diterima selama satu tahun oleh mereka yang memproduksi output tersebut.

GDP berdasarkan Pendekatan Pengeluaran.
Menurut McEachern (2000:149) untuk memahami pendekatan pengeluaran pada GDP, kita membagi pengeluaran agregat menjadi empat komponen, konsumsi, investasi, pembelian pemerintah, dan ekspor netto. Kita akan membahasnya satu per satu.
1. Konsumsi, atau secara lebih spesifik pengeluaran konsumsi perorangan, adalah pembelian barang dan jasa akhir oleh rumah tangga selama satu tahun. Contohnya : dry cleaning, potong rambut, perjalanan udara, dsb.
2. Investasi, atau secara lebih spesifik investasi domestik swasta bruto, adalah belanja pada barang kapital baru dan tambahan untuk persediaan.
Contohnya : bangunan dan mesin baru yang dibeli perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa.
3. Pembelian pemerintah, atau secara lebih spesifik konsumsi dan investasi bruto pemerintah, mencakup semua belanja semua tingkat pemerintahan pada barang dan jasa, dari pembersihan jalan sampai pembersihan ruang pengadilan, dari buku perpustakaan sampai upah petugas perpustakaan. Di dalam pembelian pemerintah ini tidak mencakup keamanan sosial, bantuan kesejahteraan, dan asuransi pengangguran. Karena pembayaran tersebut mencerminkan bantuan pemerintah kepada penerimanya dan tidak mencerminkan pembelian pemerintah.
4. Ekspor netto, sama dengan nilai ekspor barang dan jasa suatu negara dikurangi dengan impor barang dan jasa negara tersebut. Ekspor netto tidak hanya meliputi nilai perdagangan barang tetapi juga jasa.

Dalam pendekatan pengeluaran, pengeluaran agregat negara sama dengan penjumlahan konsumsi, C, investasi, I, pembelian pemerintah, G, dan ekspor netto, yaitu nilai ekspor, X, dikurangi dengan nilai impor, M, atau (X-M).
Penjumlahan komponen tersebut menghasilkan pengeluaran agregat, atau GDP:
C + I + G + (X-M) = Pengeluaran agregat = GDP

GDP berdasarkan Pendekatan Pendapatan.
Menurut McEachern (2000:151) pendapatan agregat sama dengan penjumlahan semua pendaptan yang diterima pemilik sumber daya dalam perekonomian (karena sumber dayanya digunakan dalam proses produksi). Sistem pembukuan double-entry dapat memastikan bahwa nilai output agregat sama dengan pendapatan agregat yang dibayarkan untuk sumber daya yang digunakan dalam produksi output tersebut: yaitu upah, bunga, sewa, dan laba dari produksi.
Jadi kita dapat mengatakan bahwa:
Pengeluaran agregat = GDP = Pendapatan agregat
Suatu produk jadi biasanya diproses oleh beberapa perusahaan dalam perjalanannya menuju konsumen. Meja kayu, misalnya, mulanya sebagai kayu mentah, kemudian dipotong oleh perusahaan pertama, dipotong sesuai kebutuhan mebel oleh perusahaan kedua, dibuat meja oleh perusahaan ketiga, dan dijual oleh perusahaan keempat. Double counting dihindari dengan cara hanya memperhitungkan nilai pasar dari meja pada saat dijual kepada pengguna akhir atau dengan cara menghitung nilai tambah pada setiap tahap produksi. Nilai tambah dari setiap perusahaan sama dengan harga jual barang perusahaan tersebut dikurangi dengan jumlah yang dibayarkan atas input perusahaan lain.
Nilai tambah dari tiap tahap mencerminkan pendapatan atas pemilik sumber daya pada tahap yang bersangkutan. Penjumlahan nilai tambah pada semua tahap produksi sama dengan nilai pasar barang akhir, dan penjumlahan nilai tambah seluruh barang dan jasa akhir adalah sama dengan GDP berdasarkan pendekatan pendapatan.
Analisa Mekanisme (kinerja) Ekonomi Nasional berdasar PDB melalui 3 pendekatan,yaitu :
1. Pendekatan Produksi
2. Pendekatan Pengeluaran/Pembelanjaan
3. Pendekatan Pendapatan

1.Pendekatan Produksi

Pendekatan produksi diperoleh dengan cara menjumlahkan nilai tambah (value added) dari semua sektor produksi. Lalu, besarnya nilai produksi diperoleh dari mana ?
Besarnya nilai produksi (angka-angka PDB) diperoleh dari :
nilai tambah (value added) dari berbagai jenis barang & jasa ! yaitu sesuai dengan ISIC (International Standard Industrial Classification)
sektor industri dapat diklasifikasikan menjadi 11 sektor industri, yg biasanya terbagi mjd 3 kelompok besar :
1.Sektor Primer
2.Sektor Sekunder
3.Sektor Tersier
Besarnya ‘value added’ tiap sektor, yi : VAs = OPs - IPs
Sedangkan nilai PDB-nya diperoleh dengan : PDB = VAsp + VAss + VAst

2.Pendekatan Pengeluaran/Pembelanjaan

Perhitungan dilakukan dengan cara menjumlahkan permintaan akhir dari unit/komponen2 ekonomi, yaitu:
Konsumsi Rumah Tangga (RT)=C
Perusahaan, berupa investasi/pembentukan modal bruto =I
Pengeluaran Pemerintah (konsumsi/belanja pemerintah) =G
Expor – Impor =( X – M )
Dalam Keseimbangan Perekonomian Nasional, sering di formulasikan dalam persamaan sbb:
PDB = C + I + G + ( X – M)

3.Pendekatan Pendapatan

diperoleh dengan cara menghitung jumlah balas jasa bruto (blm dipotong pajak) / hasil dari faktor produksi yang digunakan
PDB = sewa + upah + bunga + laba

Di mana sewa adalah pendapatan pemilik faktor produksi tetap seperti tanah, upah untuk tenaga kerja, bunga untuk pemilik modal, dan laba untuk pengusaha.

Secara teori, PDB dengan pendekatan pengeluaran dan pendapatan harus menghasilkan angka yang sama. Namun karena dalam praktek menghitung PDB dengan pendekatan pendapatan sulit dilakukan, maka yang sering digunakan adalah dengan pendekatan pengeluaran.
4. Teori-Teori dan Model-Model pertumbuhan
a. Teori Klasik
            Beberapa teori klasik antara lain sebagai berikut.
1) Teori Pertumbuhan Adam Smith
            Di dalam teori ini, ada tiga faktor penentu proses produksi/pertumbuhan, yakni SDA, SDM (sumber daya Manusia), dan barang modal
2) Teori Pertumbuhan David Ricardo
            Menurut teori ini, pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh SDA (dalam arti tanah) yang terbatas jumlahnya, dan jumlah penduduk yang menghasilkan jumlahnya, dan jumlah  penduduk yang menghasilkan jumlah tenaga kerja yang menyesuaikan diri dengan tingkat upah, di atas atau di bawah tingkat upah alamiah (atau minimal). David ricardo juga melihat adanya perubahan teknologi yang selalu terjadi.
3) Teori Pertumbuhan dari Thomas Robert Malthus
            Menurutnya, ukuran keberhasilan pembangunan suatu perekonomian adalah kesejahteraan negara, yakni jika PNB poteensialnya meningkat. Sektor yang dominan adalah pertanian dan perindustrian.
4) Teori Marx
            Marx membuat lima tahapan perkembangan sebuah perekonomian, yakni: (a) perekonomian komunal primitif; (b) perekonomian perbudakan; (c) perekonomian feodal; (d) perekonomial kapitalis; dan (e) pereokonomial sosialis. Tititk kritis dari teori Marx ini adalah adalah pada transisi dari perekonomian kapitalis ke perekonomian sosialis.
            Jika dirangkum teori-teori klasik ini, maka ada dua hal penting yang membedakannya dengan teori-teori lainnya yang muncul setelah itu, yakni:
1)      Faktor-faktor produksi utama adalah tenaga kerja, tanah, dan modal
2)      Peran teknologi dan ilmu pengetahuan serta peningkatan kualitas dari tenaga kerja dan dari input-input produksi lainnya terhadap pertumbuhan output tidak mendapat perhatian secara ekplisit atau dianggap konstan (teknologi dianggap suatu koefisien yang tetap, tidak berubah).

b. Teori Neo-Keynes
            Teori neo-Keynes adalah modal dari Harrod dan Domar yang mencoba memperluas teori Keynes mengenai keseimbangan pertumbuhan ekonomi dalam perspektif jangka panjang dengan melihat pengaruh dari investasi, baik pada AD maupun pada perluasan kapasitas produksi AS, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
c. Teori Neo-Klasik
            Beberapa model neo-klasik adalah antara lain sebagai berikut.
1) Model Pertumbuhan A. Lewis
            Model ini dikenal dengan sebutan suplai tenaga kerja yang tidak terbatas adalah satu di antara model neo-klasik yang meneliti gejala di negara-negara berkembang (NSB). Model ini menjelaskan bagaimana pertumbuhan ekonomi dimulai di sebuah NSB yang mempunyai dua sektor dengan sifat yang berbeda, yakni prtanian tradisional yang subsistem di pedesaan dan industri yang modern di perkotaan.
2) Model Pertumbuhan Paul A. Baran
            Model ini dikenal sebagai teori pertumbuhan dan stagnasi ekonomi. Menurut Baran, proses kapitalisme di NSB berbeda dengan yang terjadi di NM (negara maju). Di NM, proses kapitalisme yang memakan waktu cukup panjang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
(a) Pertumbuhan ekonomi (atau produksi) meningkat bersamaan dengan perpindahan masyarakat petani dari pedesaan ke industri di perkotaan.
(b) Peningkatan produksi barang dan jasa berbarengan dengan terjadinya pembagian dan spesialisasi kerja.
Sedangkan, di NSB proses akumulasi modal tidak terjadi. Yang terjadi justru sebaliknya, yaitu modal asing yang datang ke NSB justru mengambil surplus ekonomi yang terjadi, sehingga kapital yang ada justru berkurang, dan masyarakat menjadi miskin karena tidak menikmati surplus tersebut.
3) Teori Ketergantungan Neokolonial
            Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa pembangunan ekonomi di NSB sangat tergantung pada NM, terutama dalam investasi langsung (PMA) di sektor pertambangan dan impor barang-barang produksi.
4) Model Pertumbuhan WW. Rostow
            Menurut rostow, pembangunan ekonomi di manapun juga merupakan proses yang bergerak dalam sebuah garis lurus, yakni dari masyarakat terbelakang ke masyarakat maju.
5) Model Pertumbuhan Solow
            Model pertumbuhan solow adalah penyempurnaan model pertumbuhan Harrod-Domar. Dalam model Solow, proporsi faktor produksi di asumsikan dapat berubah (jumlah kapital dan tenaga kerja atau rasio dari kedua faktor ini dalam sebuah proses produksi/produk tidak harus konstan, atau bisa saling mensubstitusikan) dan tingkat upah tenaga kerja dan suku bunga juga bisa berubah.
d. Teori Modern
            Dalam teori modern ini, faktor-faktor  produksi yang krusial tidak hanya banyaknya tenaga kerja dan modal, tetapi juga kualitas SDM dan kemajuan teknologi, kewirausahaan, bahan baku dan material. Bahkan dalam era globalisasi dan perdagangan bebas dunia saat ini, kua;itas SDM dan teknologi merupakan dua faktor dalam satu paket yang menjadi penentu utama keberhasilan suatu bangsa/negara.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar