Struktur etika korporasi yang dimiliki perusahaan sebaiknya disesuaikan dengan kepribadian perusahaan tersebut. Selain itu perlu adanya pengembangan serta evaluasi yang dilakukan perusahaan secara rutin. Pengembangan struktur etika korporasi ini berguna dalam mencapai tujuan perusahaan yang lebih baik dan sesuai dengan norma yang ada.
Selain itu, membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri. Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya mencari untung belaka, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).
Mengembangkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia, baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris, dewan direksi dan tim manajemennya.
Pembentukan beberapa perangkat struktural perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi, komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk meningkatkan efektivitas “Board Governance”. Dengan adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi.
Ada beberapa masalah etika yang perlu diperhatikan dalam kaitan dengan praktek-praktek organisasi/perusahaan di tempat kerja, meliputi:
- Rasa hormat, martabat, dan kebebasan perorangan
Masalah ini berhubungan erat dengan struktur dalam sebuah organisasi. Semakin seseorang memperoleh jabatan puncak, maka seseorang tersebut secara tidak langsung juga memperoleh martabat dan rasa hormat yang tinggi dari bawahannya. Namun begitu, bukan berarti seseorang dengan posisi puncak bisa bersikap semena-mena terhadap bawahannya. Seorang pegawai juga berhak menerima kebebasan dalam bertindak sesuai dengan hak dan kewajibannya.
- Kebijakan dan praktek personal
Masalah ini berkenaan dengan etika kepegawaian, pemberian gaji, kenaikan pangkat, pendisiplinan, pemberhentian dan masalah pensiun anggota organisasi. Praktek-praktek seperti pengujian pelamar, penaikan pangkat secara eksklusif dalam organisasi, bersikap berat sebelah kepada kerabat dan kawan dekat, pemberiaan hak prosedur proses, dan gaji yang sesuai menunjukan beberapa keputusan yang sulit, yang menyangkut beberapa masalah etika yang mendasar.
- Keleluasaan (privacy) dan pengaruh terhadap keputusan pribadi
Perjanjian implisit dan eksplisit antara pegawai dengan organisasi yang mempekerjakan mereka, memberi peluang kepada organisasi untuk mempengaruhi prestasi kerja pegawai. Namun, masalah etika muncul bila organisasi menaruh perhatian khusus pada masalah kehidupan pribadi anggotanya yang tidak secara langsung mempengaruhi prestasi kerja dalam organisasi, misalnya segala sesuatu yang terjadi selama masa cuti yang mempengaruhi citra organisasi, keikutsertaan dalam masalah-masalah publik seperti kegiatan masyarakat organisasi pelayanan, kontribusi pada badan-badan amal, dan keterlibatan dalam kelompok kegiatan politik.
Masalah yang termasuk dalam hal ini adalah sejauh mana organisasi memiliki hak untuk memaksa anggotanya agar membeberkan informasi mengenai diri mereka melalui peralatan terselubung, pemakaian fisiograf dan tes kepribadian, serta tes pemakaian obat terlarang. Anggota organisasi harus memiliki informasi yang cukup mengenai apa yang sedang terjadi untuk dapat memberikan keputusan yang cerdas mengenai konsekuensinya dan prosedur yang terlibat. Anggota organisasi tidak boleh dipaksa untuk melakukan kegiatan pembeberan informasi, tetapi mereka harus diberi informasi sepenuhnya sehingga setuju memberikan informasi secara sukarela.
- Kualitas lingkungan kerja
Hal ini meliputi sejumlah besar kegiatan, termasuk masalah-masalah kesehatan dan keamanan, perawatan ibu hamil dan anak-anak, serta hubungan pegawai-manajer. Oleh sebab itu, seorang pimpinan atau manajer dituntut untuk menciptakan suatu iklim yang menghargai anggota organisasi dan mendukung produktivitas optimal. Gaya kepemimpinan yang menghindari percekcokan dan manuver politis mungkin merupakan gaya kepemimpinan yang paling etis.
Sumber :